Makna Hari Tuhan Menurut Maleakhi |
MAKNA HARI TUHAN DALAM KITAB MALEAKHI 4:5 DAN IMPLIKASINYA BAGI KEHIDUPAN ORANG KRISTEN MASA KINI
Abstrack
Hari Tuhan merupakan hari khusus
yang menyatakan akan hari penghakiman dan hari dimana semua orang melihat
kedaulatan Allah, Hari Tuhan terkhususnya di dalam kitab Maleakhi memberikan
penekanan khusus sebab hari Tuhan tersebut berdasarkan catatan kaki tersebut
mengarah kepada kehidupan Yesus Kristus. Pemaknaan hari Tuhan tidaklah
sembarangan dianggap sebagai hari penghakiman berdasarkan pengertian pada
umumnya tetapi lebih daripada itu bisa mengarah kepada makna akan penyelamatan
Allah.
Pemaknaan tersebut perlu pemaknaan
khusus dengan implikasi kepada orang-orang percaya, karena itu penulis melihat
gambaran besar tentang kesalahpahaman mengenai hari Tuhan yang tertulis dalam
kitab Maleakhi, walaupun begitu hari Tuhan harus menjadi sebuah makna yang
mendalam bagi umat Kristiani di dalam menanggapi karya Allah dan
mengimplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari karena banyak terjadi perdebatan
dan pandangan-pandangan tentang makna hari Tuhan.
Frasa Kunci: Hari Tuhan,
Yohanes, Elia, Kitab Maleakhi, Tuhan Yesus.
PENDAHULUAN
Sejak abad pertama hingga abad kedua
puluh satu ini, ada banyak pandaNgan-pandangan mengenai “Hari Tuhan”, sehingga
pandangan tentang makna “Hari Tuhan” memberikan banyak sumbangsih pemikiran
yang salah satunya adalah “Hari Tuhan” merupakan hari penghakiman atau Kerajaan
Allah sudah dekat yang tertulis dalam kitab Maleakhi tetapi ada argument lain
yang mengatakan bahwa “hari Tuhan” dalam kitab Maleakhi merupakan peristiwa
akan kedatangan Yesus yang pertama kali di Perjanjian Baru dan juga di satu
sisi makna “Hari Tuhan” merupakan hari sabat dimana setiap umat beribadah[1],
terlepas dari itu ada banyak kitab-kitab dalam Perjanjian lama dan Perjanjian
Baru yang memberikan definisi tentang “Hari Tuhan”. misalnya dalam Imamat 7:38; Amsal :18-20; Yesaya 2:12; Yehezkiel 13:5;
Yoel 1:15; 2:1, 11; Zefanya 1:7, 14; Zakharia 14:1 dan dalam kitab Perjanjian
Baru 1Korintus 1:8; 5:5; Filipi 1:6, 10; 2:16; 2 Tesalonika 2:2; wahyu 1:10;
Galatia 4:10; Kolose 2:16 dan masih banyak tertulis mengenai “Hari Tuhan”
tetapi dengan sudut pandang yang berbeda.
Keperbedaan sudut pandang ini dalam
sisi positifnya bisa memperkaya akan pengajaran Alkitab tetapi di satu sisi
menimbulkan permasalahan yang cukup serius mengenai makna “Hari Tuhan” dan
bagaimana menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai
umat Kristiani ditengah-tengah dunia yang tercemar dengan dosa.
Sejatinya kata
“Hari Tuhan” menjadi suatu permasalahan yang perlu di teliti dalam kitab
Maleakhi secara khusus dan Alkitab secara keseluruhan serta pandangan para
sarjana teologi mengenai “Hari Tuhan”, karena itu penulis tertarik untuk
meneliti makna “Hari Tuhan” dalam Kitab Maleakhi dan bagaimana mengimplikasikan
makna “Hari Tuhan” dalam kehidupan sehari-hari.
STRUKTUR KITAB MALEAKHI
Dengan memperhatikan dan mempelajari
akan melihat hubungan pesan yang dicari di dalam tulisan kitab Maleakhi dan
penggunaan tata bahasa pada saat itu yang mempengaruhi penulisan dalam kitab
Maleakhi. Ada beberapa pembagian menurut para ahli seperti Robert M. Paterson
yang membagi menjadi tujuh bagian:
- Mal. 1:2-5 :kasih Tuhan terhadap Israel
- Mal. 1:6-2:9 : pencemaran korban-korban
- Mal. 2:10-16 : tiga macam ketidaksetiaan
- Mal. 2:17-3:5 : Tuhan tidak bersikap acuh tak acuh
- Mal. 3:6-12 : panggilan kepada orang-orang Israel untuk bertobat
- Mal. 3:13-4:3 : perbedaaan nasib orang benar dan nasib orag fasik
- Mal. 4:4-6 : Penutup yang terdiri dari perintah untuk mengingatkan hukum Musa dan nubuat tentang kedatangan Elia.[2]
Menurut Hendra J. R. Dupe dalam
makalah pengantar Perjanjian lama memberikan struktur penulisan yang hampir
sama dengan Robert M. Paterson dengan perbedaannya kepada bentuk struktur yang
semakin klimaks pesannya yang terdiri dari 7 bagian:
1.
Mal. 1:1-5 : kasih Allah kepada Israel
2.
Mal. 1:6-2:9 : para Imam di tegur
3.
Mal. 2:10-16 : umat di tegur
4.
Mal. 2:17-3:5 : hal-hal yang akan datang
5.
Mal. 3:6-15 : pertentangan umat dengan Allah
6.
Mal. 3:16-18 : sisa umat yang setia
7.
Mal. 4:1-6 : Hari Tuhan[3]
Jika diperhatikan dengan seksama maka ada sebuah kesinambungan atau keterkaitan antar struktur yang menggambarkan garis besarnya Kitab Maleakhi. Jadi, dapat di tarik sebuah pemahaman lurus bahwa kedua pandangan tersebut menceritakan peran Allah dan kodrat Allah terhadap umat Israel dan bagaimana Allah yang “kasih” dan juga “adil” dapat bertemu di dalam kelalaian umat yang dipilih-Nya. Hal ini menarik karena berdasarkan dua pandangan tersebut akan melahirkan suatu konsep tentang Kritus sang penebus yang melaksanakan keadilan dan kasih.
Berdasarkan struktur kitab tersebut maka dalam ruang lingkup lebih kecil, penulis membuat struktur Kitab Maleakhi 4:1-6 yang terdiri dari 6 bagian klimaks dari struktur terakhir mengenai “Hari Tuhan” yaitu sebagai berikut:
1.
Ay. 1 : orang fasik menerima hukuman
2.
Ay. 2 : orang benar akan hidup
3.
Ay. 3 : orang benar akan berkuasa atas orang
fasik
4.
Ay. 4 : Maleakhi mengingatkan akan hukum Musa
5.
Ay. 5 : Hari Tuhan yang dahsyat
6.
Ay. 6 : kasih Allah dinyatakan
Berdasarkan struktur dalam pasal 4 maka
diperoleh suatu pemahaman yang memiliki keterkaitan dengan makna “Hari Tuhan”
Yaitu pada saat itu peristiwa “Hari Tuhan” maka orang benar di hadapan-Nya akan
memiliki kuasa atas orang fasik dan orang fasik akan menerima murka Allah dan
pada saat itu juga kasih Allah dinyatakan maka dengan jelas akan melihat suatu
kodrat Allah yaitu adil dan kasih.
KONTEKS KITAB MALEAKHI
Mengenai sejarah dalam kitab
Maleakhi akan banyak mengupas tentang kehidupan bangsa Israel dan raja-raja
yang memerintah sebab dalam kitab Maleakhi memiliki hubungan dengan kitab Hagai-Zakharia
dan Ezra-Nehemia yang nubuatannya memiliki kesamaan yaitu “Hari Tuhan” dan
kitab ini berada dalam sejarah setelah orang-orang yang pulang dari tawanan.[4]
Secara umum situasi bangsa Israel saat itu berada dalam ketegangan
bangsa-bangsa sekitar, kekecewaan dalam hal ekonomi, pemerintahan yang hancur
pasca pembuangan, kondisi tempat tinggal dan kondisi kerohanian yang tidak
baik.
Kitab Maleakhi merupakan kitab yang di tulis setelah masa pembuangan dengan kondisi bangsa Israel yang tidak baik dengan runtuhnya kerajaan Israel. Beberapa tahun sebelumnya, Nehemia telah membangun tembok-tembok Yerusalem yang di awali dengan kembalinya sekitar 50.000 orang tawanan baru Babel pada zaman Zerubabel dan imam besar Yosua. Dalam kitab ini diperlihatkan para imam mulai kehilangan kesungguhan dalam melayani Tuhan dengan menyimpang dari kehendak Tuhan dan dalam kondisi tersebut diperlukan nabi.[5]
Konteks sejarah dalam kitab Maleakhi ditinjau dari sudut sosial digambarkan bahwa hubungan bangsa Yahudi dengan tetangganya mengalami ketegangan dan merupakan kelemahan, seperti halnya perceraian dan perzinahan merupakan hal yang biasa (Mal. 2:16) dan melakukan perkawinan campur dengan para penyembah berhala (Mal. 2:10-14), hal inilah yang membangkitkan amarah Tuhan. perbuatan-perbuatan fasaik dan ketidakadilan juga terjadi (Mal. 3:15), denga perselisihan masalah perebutan tanah juga di atasi dengan kekerasan dan hal ini menjadi kekacauan yang terjadi pada konteks kitab Maleakhi bahkan kehidupan para Imam yang tidak menjadi panutan dan persembahan yang dilakukan para Imam merupakan masalah yang terjadi.
Disatu sisi kehidupan ekonomi orang Yahudi saat itu mengalami kesulitan, mengalami kekeringan sehingga hasil panen tidak mencukupi (Mal. 3:11). Situasi tersebut membuat bangsa Israel meragukan kasih dan keadilan Tuhan (Mal. 1:2; 2:17), terlebih lagi setelah membanding-bandingkan nasib orang-orang Israel dengan keberuntungan orang-orang fasik (Mal. 3:14-15). Kondisi rohani juga merupakan alasan tujuan dari kitab Maleakhi yaitu menyadarkan dan memberitahukan pesan Allah kepada umat-Nya, walaupun pasca pembuangan orang Yahudi mulai mengikuti kehendak Tuhan dari ajaran Ezra dan Nehemia. Tetapi keadaan tersebut tidak berlangsung lama, sehingga orang-orang Yahudi melakukan hal-hal yang jahat dimata Tuhan. kekecewaan di mata Tuhan membuat orang-orang Yahudi mengabaikan taurat Tuhan sehingga terjadilah penyimpangan-penyimpangan, para Imam mencemarkan ibadah yang murni (Mal. 1:6) bahkan tidak menghormati tugas-tugas di bait Allah (Mal. 1:13). Umat Allah menjadikan ibadah hanya sebagai formalitas semata tanpa memiliki tujuan untuk menyembah Tuhan. bangsa Israel dan para Imam dalam Maleakhi 1:6-9 tidak lagi melaksanakan persembahan dan pelayanan kurban dengan benar. Itu sebabnya Allah sangat menentang umat-Nya karena mempersembahkan hewan-hewan buta, timpang dan sakit. Jadi, dalam konteks kehidupan penulisan kitab Maleakhi memberikan arah jelas akan alasan atau dasar pengungkapan “Hari Tuhan” berdasarkan konteks yang terjadi pada saat itu, walaupun dalam melihat konteks sejarah memberikan titik terang tetapi belum sepenuhnya memberikan jawaban yang memuaskan berdasarkan kitab Maleakhi sendiri.[6]
HUBUNGAN NABI ELIA DAN NABI YOHANES PEMBAPTIS DALAM KONTEKS HARI TUHAN
Dalam konteks
kitab Maleakhi 4:5 “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu
menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu”. Pada bagian ini
ada hal yang menarik yang dapat memberikan penjelasan tentang “Hari Tuhan”
dalam kitab Maleakhi yakni nabi Elia, yang menjadi pertanyaan kenapa kitab Maleakhi
yang berada pada urutan terakhir menyinggung nabi Elia yang hidup pada zaman
penulisan kitab raja-raja dan membawa dampak pada kehidupan atau future
orang-orang Yahudi dan dalam kitab Maleakhi jika diperhatikan dengan seksama
dalam catatan kaki terdapat alamat surat Perjanjian Baru yang mengarah kepada
pelayanan dan kehidupan Yohanes pembaptis (Mat. 11:14, 17:10-13; Mrk. 9:11-13;
Luk. 1:17; Yoh. 1:21).
Seperti halnya dikatakan oleh Jacob Van Bruggen yang mengatakan bahwa “Yohanes pembaptis merupakan nabi Elia yang dinubuatkan yang memberitakan tentang kedatangan Tuhan sendiri yang akan berjalan mendahului Tuhan (Yoh. 1:19-28).”[7] Oleh sebab itu untuk melihat hubungan dan persamaan dari kedua tokoh nabi tersebut maka akan melihat satu-persatu kehidupan dan hubungannya di dalam nubuatan “hari TUHAN” dan penggenapan “hari TUHAN” dalam Perjanjian Baru.
Nabi Elia
Nama Elia berasal dari bahasa Ibrani yakni Elohim yang artinya Allahku adalah Yehova atau Tuhan adalah Allahku. Dalam kehidupan nabi Elia, Elia hidup pada masa kepemerintahan Ahab dan Izebel yang berkuasa atas Israel dan saat itu juga bangsa Israel mengalami kemorosotan kegelapan rohani yang sangat menyedihkan, dimana Baal menjadi allah yang disembah pada pada saat itu juga Elia muncul di tengah-tengah bangsa Israel dan dengan berani menyerukan namanya “Aku memiliki satu Allah, namanya adalah Yehova. Dialah satu-satunya yang Elia layani”.
Nabi Elia berdasarkan keterangan 1 Raja-raja 17:1, bahwa Elia berasal dari Tisbe yang merupakan tempat yang terpencil, tempat dimana orang-orangnya kuat, terbakar sinar matahari dan berotot. Dari tempat inilah pada saat itu tidak diperhitungkan orang lain tapi Allah memanggil Elia untuk melawan kejahatan besar di Israel. Elia tanpa keraguan muncul di depan raja Ahab yang merupakan seorang pembunuh dan penyembah berhala. Karena Elia adalah orang yang mempunyai misi, Elia menyerukan dirinya sebagai hamba Tuhan atau utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan.
Pelayanan Elia
merupakan pelayanan yang memberikan tantangan secara internal yaitu bangsanya
sendiri yang keagamaan pada saat itu berada pada derajat paling rendah dan nabi
Elia yang berada ditengah masa yang sulit harus menampilkan karakter moral yamg
tinggi dan memberitahukan peristiwa yang akan datang. Hal yang menarik yakni
dalam perkataan nabi Elia kepada raja Ahab dan banga Israel yang memiliki kuasa
dari Allah dan menampilkan mukzizat-mukzizat yang dilakukan Allah dan disatu
sisi Elia yang tidak menyerah menyampaikan Firman Tuhan kepada raja Ahab dan
Izebel serta bangsa Israel walaupun awalnya membuat resah tetapi pada akhirnya
Ahab menyadari perbuata nnya dan menyesal. Dalam akhir hidupnya, Allah
memakainya secara luar biasa bahkan cara Yohanes pembaptis datang dalam roh dan
kuasa Elia (Luk. 1:17) yang pemenuhan akhir zaman ini akan menampilkan sebuah
komisi seperti halnya Elia (Mat. 24:14; 28:19-20).[8]
Yohanes Pembaptis
Setelah melihat
kehidupan nabi Elia maka pada bagian ini akan melihat kehidupan Yohanes
pembaptis. Dirinya merupakan anak zakharia dan Elisabet yang digambarkan
sebagai tokoh yang mendahului kedatangan juruselamat yang telah dijanjikan
karena itu setelah penampilan Yohanes, orang dapat mengharapkan kedatangan
Mesias sendiri. Ada penekanan penting dalam surat Lukas 1:16-17 bahwa sesudah
kelahiran Yohanes, Zakharia bernubuat melalui Roh Kudus dan isi nubuatnya
terdapat dalam Lukas 1:76.
Sebelum menyerukan
sang Mesias, Yohanes pembaptis hidup jauh dari kerumunan dan tinggal di padang
gurun sampai pada zaman Tiberius, pada
saat itu datanglah Firman Tuhan (Luk. 3:1-2) dean mulai saat itu Yohanes
pembaptis dengan berani menyerukan “Kerajaan Allah sudah dekat”, penulis melihat
di satu sisi penyataan Yohanes pembaptis mengenai makna “hari TUHAN” yang
maknanya bisa saja kepada Yesus Kristus yang menghadirkan kehidupan kerajaan
Allah atau kepada kedatangan Yesus kedua yang juga menghadirkan kerajaan sorga
Allah.[9]
Dalam pelayanan
Yohanes pembaptis ada gambaran hubungan dengan kehidupan nabi Elia yaitu dalam
peristiwa-peristiwa dan penyataan Yohanes pembaptis. Yang menjadi ciri khas dan
persamaan dari kedua nabi ini adalah menyinggung mengenai bait Allah, dalam
kitab Injil Yohanes memberikan sebuah
pendekatan dan pandangan bahwa Yesus menyatakan “Rombak Bait Allah ini dan
dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh. 2:13-25), merupakan
sebuah pernyataan dimasa akhir pelayanan Yesus dan Injil Yohanes memberikan keterangan
historis yang seakan-akan memberikan kesan akan melakukan penyucian Bait Allah
yang satu pada awal dan satu lagi pada akhir pelayanan Yesus. Persitiwa
tersebut digambarkan Yohanes sungguh sangat berbeda tentang penyucian Bait
Allah, sebab bahwa dalam masa “Hari TUHAN” Yesus bertindak selaku bait Allah
(Mrk. 11:28), Yesus tidak mengusir para pedagang (Mat. 22:12; Mrk. 11:15; Luk.
19:45) tetapi hewan korban yang dijajakan oleh para pedagang, dalam Yohanes
tidak mengencam para pedagang tetapi
mengecam menjadikan bait Allah sebagai tempat berdagang sehingga Tuhan Yesus
membuat cambuk dari tali (Yoh. 2;15) bukan untuk melakukan penyucian tetapi
menjelaskan sebuah makna tentang tanda tentang kematian-Nya.[10]
Jika berbicara penyucian dalam bait Allah yakni Yesus Kristus maka tidak lepas
juga dari peran setiap orang percaya untuk hidup dalam penyucian dalam tubuh
Kristus yang dimerdekakan dalam kematian dan penebusan serta kebangkitan-Nya
yang menggenapi nubuatan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama.[11]
Maka “Hari TUHAN” dalam Injil Yohanes menggambarkan sebagai bentuk penggenapan
dalam diri-Nya yang merupaka bait Allah dan melaksanakan kehendak Allah hal ini
mengarah kepada penggenapa rencana Allah dalam kasih dan keadilan.
Sama halnya jika
dilihat dalam nubuatan nabi dalam kitab Maleakhi dengan terus terang
menggambarkan makna “Hari Tuhan” sebagai hari yang penuh dengan murka dan
hukuman Allah atas umat-Nya dengan mendatangkan utusan-Nya yang akan mendahului
Tuhan yang akan melaksanakan hukuman-Nya. Dalam Maleakhi 3:1 memberikan
keterangan yang memiliki kemiripan dengan yang dikatakan dan disaksikan oleh
Yohanes pembaptis tentang Tuhan yang berada dalam “bait Allah” dan di awal ayat
tersebut dikatakan “Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan
jalan di hadapan-Ku”, ayat ini jelas menggambarkan kondisi yang dilakukan
oleh Yohanes pembaptis dalam mempersiapkan jalan bagi Tuhan Yesus dalam melaksanakan kasih dan keadilan Allah.
Jadi, bukanlah
sebuah kebetulan tentang nubuatan dalam Kitab Maleakhi dan digenapi dalam kitab
Injil Sinoptik mengenai “Hari TUHAN”, tetapi hubungan dari kedua nabi tersebut
masih belum memberikan jawaban yang puas terhadap para sarjana teologi, karena
ada beberapa pernyataan yang mengatakan bahwa makna “Hari TUHAN” bisa saja
mengarah kepada hari penghakiman dan akhir zaman yang jelas tertulis dalam
kitab Maleakhi 4:1 yang dengan tegas akan memberikan penghukuman dan
melaksanakan murka-Nya kepada orang-orang fasik dan mengkhususkan rang-orang
yang suci dihadapan-Nya. Walaupun dalam masalah ini tidak menjadi perdebatan
yang polemik tetapi masalah ini menjadi sebuah kebutuhan jawaban dalam
pertumbuhan Iman di masa sekarang.
STUDI KATA
Berbicara tentang makna “Hari Tuhan” maka akan melakukan studi kata berdasarkan konteks dalam kitab Maleakhi, kata “hari” dalam bahasa Ibrani yaitu Bow yang merupakan kata kerja dengan akar kata primitf dan kata “TUHAN” yang berasal dari bahasa Ibrani yaitu Yehovah yang merupakan jenis kata benda yang menunjuk kepada proper deity, berdasarkan terjemahan bahasa Ibrani dan kedudukan dua kata tersebut maka memberikan kunci penting bahwa kata “hari” yang merupakan kata kerja menceritakan sebuah kondisi atau situasi yang aktif dan terjadi dan kata “TUHAN” yang merupakan kata benda dan hal tersebut mengarah kepada pribadi yang berkuasa dan berdaulat. Jadi, jika dua kata tersebut di gabungkan maka akan memberikan makna tentang Allah yang berkuasa dan yang pada waktunya akan melaksanakan segela kehendak kedaulatan Allah terlepas apakah penebusan, penghormatan kepada-Nya atau kepada peghakiman di akhir zaman.[12]
Hal tersebut di dukung dalam sebuah konteks dalam perbandingan bahasa yang ditulis, seperti halnya Alkitab BIS dalam kitab Maleakhi 4:5 “tetapi sebelum hari yang hebat dan dahsyat yang Kutekankan itu tiba, akan Kuutus kepadamu Nabi Elia”, dalam Alkitab versi FAYH Maleakhi 4:5 “sesungguhnya sebelum datang hari penghakiman yang besar dan menggetarkan itu, Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu”, dalam Alkitab versi TL Maleakhi 4:5 “ Bahwasannya Aku menyuruhkan kepadamu Elia, nabi itu, dahulu dari pada datang hari Tuhan yang besar dan hebat itu” dalam versi Alkitab Shellabear Draft Maleakhi 4:5 “ Bahwa Aku akan menyuruh kepadamu nabi Elia sebelum sampai hari Allah yang besar lagi hebat itu” dan dalam versi ENDE Maleakhi 4:5 “Lihatlah, Aku akan mengutus nabi Elija kepadamu, sebelum hari Jahwe yang besar dan menakutkan itu”.
Berdasarkan
perbandingan terjemahan maka dapat dilihat sebuah benang merah bahwa kebanyakan
terjemahan Alkitab dari berbagai versi memberikan ciri khas dan penekanan bahwa
“Hari TUHAN” merupakan hari yang
menakutkan, besar, menggetarkan atau istilah “Hari TUHAN” dalam versi FAYH
adalah “Hari TUHAN” disamakan dengan “Hari
Penghakiman” dalam konteks kitab Maleakhi. Apakah sebuah kesalahan atau tidak,
hal ini menjadi dasar perdebatan dari para sarjana teologi.
Penggalian kata
berikut yang cukup mendukung adalah jika melihat tafisran dari Full Life
yang memberikan dua pemahaman garis besar di dalam memaknai “Hari TUHAN” bahwa
dalam Maleakhi 4:5 mengungkapkan bahwa “Maleakhi menubuatkan bahwa Elia akan
datang dan melayani sebelum “Hari TUHAN” tiba; PB mengungkapkan bahwa nubuat
ini mengacu kepada Yohanes pembaptis (Matius 11:7-14) yang dalam Roh dan kuasa
Elia”. Di dukung dalam Lukas 1:17 dengan memperjelas bahwa konteks tersebut
membicarakan tentang mempersiapkan jalan bagi Mesias, beberapa orang juga
percaya bahwa Elia akan datang kembali selama masa kesengsaraan dan akan
menjadi salah satu dari dua saksi yang disebutkan dalam Wahyu (Why. 11:3).[13]
Berdasarkan penafsiran dari Wycliffe dalam kitab Maleakhi 4:5 bahwa “hari TUHAN” merupakan suatu penggenapan janji Allah dalam kodrat-Nya dimana Allah akan mengutus seorang nabi yang dinyatakan sebagai “Elia” yang akan menanami tanah moral dan spiritual yang disiapkan bagi kedatangan Kristus dan karena itu perlu mengesampingkan perlunya penghukuman segera dan penafsiran tersebut memiliki persamaan dengan penafsiran lain dan penggalian kata yang mengatakan bahwa “hari TUHAN” adalah suatu hari yang diawali oleh nabi Elia untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan nabi Elia tersebut bukanlah dari Tisbe tetapi seorang yang memiliki roh dan kuasa yang sama dengan Elia (Mat. 11:14; 17:13; Mrk. 9:11-13; Luk. 1:17).[14] Hal ini menjadi kunci dasar bagaimana terjadinya “hari TUHAN” pada masa itu terutama dalam PB dalam kitab Injil Sinoptik.
MAKNA HARI TUHAN
Jadi, dapat di tarik sebuah gambaran besar mengenai situasi terjadinya “Hari TUHAN” pada saat itu dengan konteks kitab Maleakhi, bahwa dalam kitab Maleakhi yang merupakan jenis sastra apokaliptik atau nubuatan para nabi telah menjadi acuan bahwa “Hari TUHAN” bukanlah bermakna tentang hari Sabat atau suatu waktu disaat Allah hadir dalam pelaksanaan ritual-ritual agama tetapi lebih kepada suatu nubuatan akan kedatangan Kristus yang dalam kasih dan keadilan-Nya melaksanakan apa yang menjadi kodrat-Nya datang dengan kasih dan melaksanakan hukuman-Nya secara adil.
Walaupun begitu “Hari TUHAN” sepenuhnya bukanlah hari yang menakutkan tetapi Allah memberikan suatu tempat khusus kepada orang yang takut akan Tuhan dan akan menjadi milik kesayangan-Nya, dengan membedakan orang fasik dan orang benar, orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada Allah (Mal. 3:17).[15]
Dalam kitab Maleakhi 4:5 yang di awali dengan kedatangan Elia untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan yang dalam PB adalah Yohanes pembaptis seorang yang penuh roh dan kuasa dan sama dengan Elia, jika dilihat dari ayat sebelumnya yakni ayat 1-4 merupakan gambaran pelaksanaan hukuman-Nya maka dalam PB kedatangan Kristus juga pada saat itu adalah kedatangan dengan melaksanakan kasih-Nya kepada semua orang dimana sebelumnya Yohanes menanamkan nilai moral dan spiritual dan diakhiri Kristus yang memberikan teladan untuk hidup dalam kerajaan Allah bahkan Yesus Kristus memberikan diri-Nya untuk menebus dosa manusia yang seharusnya menerima dan menanggung hukuman tersebut. Bagian ini menjadi hal yang menarik karena pada saat Kristus datang, nubuat dalam kitab Maleakhi 4:1-4, tentang penghukuman kepada orang fasik atau orang berdosa dilaksanakan dalam kematian Kristus yang sekaligus juga melaksanakan kasih Allah kepada umat-Nya.
Jadi perbandingan versi terjemahan Alkitab, penafsiran dan studi kata tidaklah bertentangan melainkan memberikan gambaran yang jelas dan saling melengkapi dalam konteks nubuatan kitab Maleakhi tentang “Hari TUHAN” di genapi dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang kasih sekaligus adil. Jadi, dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa “Hari TUHAN” di satu sisi hari yang mengerikan dan menakutkan bagi Tuhan Yesus di dalam menanggung dosa manusia ketikan Tuhan Yesus berbicara kepada Allah “Biarlah cawan ini berlalu”. Tetapi di satu sisi merupakan hari kemenangan atau kemederkaan dalam menanggung dosa manusia dan melaksanakan kasih Allah kepada umat-Nya.
IMPLIKASI MAKNA “HARI TUHAN”
Sebagai orang Kristen yang hidup pada abad ke-21, menjadi tantangan bagi uma Kristiani di dalam menanggapi segala persoalan hidup dan sebagai orang yang percaya kepada Kristus, maka dengan jelas makna “Hari TUHAN” merupakan sebuah kekuatan dari Allah dan dorongan untuk terus bersandar kepada kedaulatan Allah. Karena “Hari TUHAN” merupakan hari penebusan, kemenangan dan hari kebangkitan Kristus dalam melaksanakan murka Allah maka dengan jelas sebagai umat Kristiani akan mengimplikasikan “Hari TUHAN” adalah waktu yang tepat untuk bersekutu dengan Allah.[16]
Sebagai umat percaya juga, menghidupi “Hari TUHAN” berarti menghidupi karya penebusan Tuhan Yesus Kristus dan menanggung dosa manusia sehingga menyadari akan pentingnya sebuah esensi dari persekutuan dengan Tuhan Yesus dalam hubungan pribadi dengan Allah. Dengan sikap menghidupi “Hari TUHAN” akan melahirkan sikap-sikap yang mencerminkan teladan dan karakter Tuhan Yesus dan memuliakan Allah dalam waktu bersamaan terutama dalam menghadapi segala pergumulan yang di hadapi.
Menikmati “Hari TUHAN” merupakan waktu yang tepat bagi setiap orang percaya untuk terus hidup dalam Kristus dan takut akan Tuhan menjadikan setiap orang percaya untuk selalu mengandalkan Tuhan di dalam segala kehidupan baik dalam persembahan, peribadahan dan keteladanan hidup. Memang tidaklah mudah tetapi jika dengan sungguh-sungguh maka, makna “Hari TUHAN” adalah makna sukacita dan makna yang penuh pengandalan kepada Tuhan Yesus Kristus.
KESIMPULAN
Kitab Maleakhi
merupakan kitab yang terletak pada akhir perjanjian Lama dan merupakan kitab
dengan jenis sastra apokaliptik yang berarti nubuatan, dalam kitab Maleakhi
jelas menggambarkan suatu kengerian kehidupan orang pada saat itu yang hidup
dalam kefasikan dan keberdosaan serta menyalahkan persembahan kepada Tuhan
bahkan pemimpinnya sendiri yakni para Imam tidak menjadi contoh bagi umat Allah
sehingga membawa kepada keberdosaan yang membuat Allah murka (Mal. 4:1-6).
Menariknya dalam kitab Maleakhi adalah menyinggung nabi yang hidup pada zaman dahulu sebelum penulisan Kitab Maleakhi bahkan dalam Alkitab TB memberikan referensi ayat Perjanjian Baru mengenai kehidupan Yohanes pembaptis, kedua tokoh Alkitab ini merupakan orang-orang yag dipakai Allah dalam istilah utusan-Ku dalam mempersiapkan jalan bagi Tuhan dalam melaksanakan kedaulatan-Nya, nubuatan mengenai nabi Elia mengarah kepada Yohanes pembaptis dengan bukti bahwa pada “Hari TUHAN” ada seseorang yang mempersiapkan jaan bagi Tuhan yang memiliki roh, kuasa dan sama dengan Elia (Mat. 11:14).
Kembali kepada pemaknaan “Hari TUHAN”, memang tidak dapat di pungkiri, perspektif “Hari TUHAN” dianggap sebagai hal yang menakutkan tapi itu bagi orang yang tidak takut akan Tuhan dan tidak hidup dalam kebenaran-Nya tetapi bagi orang yang taat dan hidup dalam takut akan Tuhan, maka “Hari TUHAN” merupakan hari yang penuh dengan sukacita dan waktu untuk bersekutu dalam Kristus. Pemaknaan “Hari TUHAN” merupakan pemaknaan yang penting di dalam fondasi Iman Kristen dan di dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan godaan duniawi yang bisa saja menyebabkan jatuh dalam dosa, karena dengan memaknai “Hari TUHAN” ada kekuatan dan kuasa dari Allah yang selalu mengasihi umat-Nya dan selalu menyertai umat-Nya apapun bahaya yang di hadapi.
Ketika mengkaji makna ‘Hari TUHAN”
ada pelajaran berharga yang di dapat, ketika memahamii arti “Hari TUHAN” yang
tergenapi dalam penyaliban, kematian dan kebangkitan Kristus dan memerdekakan
setiap umat yang percaya kepada-Nya, maka di saat itulah kasih Allah di genapi
dan keadilan Allah di genapi, memang pada awalnya tidaklah masuk akal, tetapi
dalam penyilidikan kitab Maleakhi, maka kasih dan keadilan Allah dapat bertemu
dan tergenapi secara bersamaan. (By. AA)
[1]
Dalam buku kebenaran-kebenaran dasar Iman Kristen yang di tulis oleh R. C
Sproul memberikan pandangan bahwa “hari Tuhan” merupakan hari sabat yang
artinya adalah hari kebangkitan Kristus dan jatuh pelaksanaan “Hari Tuhan” pada
hari ketujuh terlepas apakah hari sabtu atau minggu, yang pada intinya setiap
umat datang bersekutu dalam hadirat Allah dan tubuh Kristus.
[2]
Robert M. Paterson, Kitab Maleakhi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),
3-4.
[3]
Hendra J. R. Dupe,Makalah Ujian Akhir Semester Pengantar Perjanjian Lama
Kitab Maleakhi (Jakarta: STT Moriah, 2018), 4. https://www.academia.edu/37921839/Kitab_Maleakhi_Pengantar_Perjanjian
Lama_1_docx (Diunduh 15 Februari 2021).
[4] I.
Snoek, Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 241.
[5]
Afgrita Fendy Christiawan, Persepuluhan menurut Maleakhi 3:7-12 missio
Ecclesiae, 7(1) April 2018, 28-67. https://jurnal.i3batu.ac.id/index.php/me.article/view/81/60
Kitab Maleakhi/perpuluhan (diunduh 15 Februari 2021).
[6]
Ibid, 31-35.
[7]
Jacob Van Brugger, Kristus di Bumi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
174.
[8]
Hadi Widoyo, Christian Ade Maranatha da Yohanis Ndapamuri, Kuasa Allah dalam
Elia dan implikasinya bagi umat Tuhan Pada Masa Kini Quaerens Vol. 2No. 1, Juli 2020. 19-25. https://osf.io/enajb/download/?format=pdf.
(diunduh 15 Februari 2021).
[9]
Brugger, Jacob Van. Kristus di Bumi 173.,
[10]
Brugger, Jacob Van. Kristus di Bumi, 177-180.
[11]
John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Surabaya: Momentum,
2003), 177-180.
[15] W.
S. Lasor, D. A. Hubbard dan F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra
dan nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 459.
[16] Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini: Jilid 1 A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1995), 368.
Post a Comment for "Makna Hari Tuhan Menurut Maleakhi 4:5 dan Implikasinya Bagi Kehidupan Orang Kristen Masa Kini"