Eksegese Amsal 13:1-25

 

Eksegese Amsal 13
Amsal 13:1-25

Eksegese Amsal pasal 13:1-25

 

Struktur Amsal Pasal 13

  1. Pendahuluan:anak bijak mendengankan didikan (13:1)   
  2. Dampak kata-kata dalam kehidupan seseorang (13:2-6)
  3. Sikap terhadap kekayaan (13:7-11)
  4. Aneka ragam pengajaran hikmat (13:1-19_
  5. Karakter orang benar dan orang fasik serta dampaknya (13:20-25)

 

Eksegese ayat & Arti kata yang dipakai[1]

  • 1a: banyak penafsir yang memberi usul agar kata abh (“seorang bapa”) diganti menjadi ohebh (“orang yang mencintai”). Dengan demikian, ayat 1a bunyinya adalah “Anak yang bijak adalah orang yang mencintai didikan”. Yang lain mengusulkan agar kata musar dibaca Yisma sebagaimana hal itu tercantum dalam banyak naskah Ibrani dan sesuai dengan LXX serta terjemahan Syria. Terjemahan dalam tafsiran ini didasarkan pada teks masoret, yang bisa dipertahankan dengan memperhatikan bentuk paralel kalimat hikmat pada ayat ini. Dalam kalimat hikmat paralel antitesis ini kata “mendengarkan” pada ayat 1b juga berfungsi dalam ayat 1a, walaupun kata itu tidak dicantukan.
  • 4a: Kata naphso memiliki arti dipuaskan
  • 4b. Kata Ibrani tedhussan diartikan sebagai “dipuaskan”, bukan “diberi kelimpahan”. Terjemahan yang sama dilakukan oleh NRSV dan NIV.
  • 9a. Istilah Ibrani yang dipergunkan untuk kata “bercahaya gemilang” adalah yisma yang arti harafiahnya adalah “menyukakan”. Akan tetapi banyak naskah tulisan tangan Ibrani menggunakan kata yitsmath, yang artinya “bercahaya gemilang”. Terjemahan yang terakhir ini lebih cocok dengan subjek (terang)
  • 11a: Kata-kata Ibrani yang dipergunakan untuk “sedikit demi sedikit” adalah alyadh (atas tangan), kata-kata ini bermakna proses pengumpulan yang perlahan, setahap demi setahap, kemungkinan pengertian ini diperoleh dari sistem pertanian Israel kuno.
  • 13: Kata Ibrani yehabhel diterjemahkan “ia akan dihancurkan”.
  • 15a: Kata ethan (tak jelas artinya), lebih baik dibaca edham, akan tetapi merujuk kepada kehancuran mereka.
  • 17a: Kata Ibrani yippol (jatuh) harus dibaca yappil, memiliki arti “membuat orang jatuh” atau “membuat orang terjerumus”.
  • 21a: terjemahan  harafiah dari teks masoret. Kata yesallem (kata kerja qal bentuk imperfek) dibaca yaslim diterjemahkan “melengkapi” atau “membuat menjadi lengkap”, bukan “ membalas” sehingga bunyi ayat 21b “ia melngkapi orang benar”.
  • 23a: arti harafiah kata Ibrani rasim adalah “kepala-kepala” atau “para pemimpin”. Lebih baik bila kata rasim dipahami sebagai bentuk jamak dari kata kerja bentuk pastisipel rus. Dengan demikian arti kata ini adalah “orang-orang miskin”.
  • 23b: Kata Ibrani yes dipahami sebagai harta.

           

Metafora/ Perumpamaan

Dalam kehidupan Israel kuno, lampu yang menyala menjadi tanda adanya kehidupan dan kegiatan dalam sebuah rumah karena itu pelita adalah sumber kehidupan. Pelita juga menjadi simbol sukacita dan kelimpahan material. Dalam ay.9b pelita yang padam menjadi simbol kehidupan yang gelap tanpa harapan, kesusahan dan kemiskinan. Kefasikan akan merusak kegiatan bahkan kehidupan si orang fasik dan keluarganya.

 

Arti Kebiasaan dan Budaya Kuno

Di dunia Timur Dekat Kuno hikmat adalah dari kehidupan rohani dan kebudayaan yang sangat dihargai. Hikmat berisikan kesenian, teknik dan ilmu teoritis serta etika. Meskipun tedapat differensiasi dan spesialisasi dalam hikmat itu, namun hubungan dengan pusat rohaninya tidak pernah hilang. Sebab di dunia Timur Dekat Kuno persekutuan manusia adalah merupakan suatu kesatuan di bidang agama dan sosial sekitar satu pusat yaitu Takhta dan Bait, dan keduanya ini mempunyai ikatan yang erat. Raja merupakan pusat dan kaum imam adalah hambanya dihadapan dewa dan hal ini juga merupakan instansi sentral ilmu pengetahuan. Berbeda dengan hikmat atau filsafat Yunani yang terlepas dari agama. Tetapi di Israel dasar kebijaksanaan itu bersifat religius teologis. Karena itu tidak bisa menyebut hikmat sebagai “humanistis” seperti filsafat Yunani. Kebijaksanaan ini khsusunya aktual di Mesir, tetapi juga di Babylon dan Asyur, yaitu dikalangan para pegawai tinggi istana, para cendekiawan yang berfungsi sebagai sekretaris atau penulis sejarah. Sejak jaman Raja Salomo, justru di kalangan pegawai-pegawai kerajaan hikmat menjadi populer (Yer. 8:8; 18:18; 36:12). Dalam kitab Amsal terdapat kebijaksanaan rohani Israel dan juga pengaruh kebijaksanaan mesir. Kitab Amsal dilatarbelakangi oleh sifat yang internasional dan yang religius etis, artinya Allah selalu berada di pusat pemikiran.[2]


Kesimpulan Eksegese Amsal 13

Menjadi bijak sangatlah penting karena keluarga yang status sosial ekonominya baik di tengah-tengah masyarakat Israel kuno, hanyalah keluarga yang memiliki anak bijak. Sedangkan menjadi bijak identik dengan mendengarkan didikan (Ams 13:1a). Istilah Ibrani untuk “didikan” bermakna “disiplin yang keras dan tegas. Didikan yang mendisiplinkan biasanya diberikan oleh seorang ayah yang bijak pada zaman Israel kuno. Hanya ayah yang tegas dan bijaklah yang mampu memberikan didikan yang mendisiplinkan dan memiliki anak yang bijak.

Lampu yang menyala menjadi tanda adanya kehidupan dan kegiatan dalam sebuah rumah karena itu pelita adalah sumber kehidupan dalam kebiasaan Israel kuno. Pelita juga menjadi simbol sukacita dan kelimpahan material. Dalam ay. 9b pelita yang padam menjadi simbol kehidupan yang gelap tanpa harapan, kesusahan dan kemiskinan. Kefasikan akan merusak kegiatan bahkan kehidupan si orang fasik dan keluarganya.

Garis keturunan dan meninggalkan warisan adalah hal yang sangat penting bagi orang Israel kuno. Tidak mempunyai anak dan kehilangan harta karena tertimpa bencana sehingga tidak memiliki apa untuk diwariskan kepada keturunan merupakan malapetaka terbesar bagi mereka.

Konsep pendidikan anak yang disertai dengan hukuman badan berulang kali disebutkan dalam kitab Amsal, tidak saja umum dikenal ditengah-tengah masyarakat Israel kuno, tetapi juga dilakukan di mana-mana dalam masyarakat Timur Dekat Kuno. Materi pengajaran seperti ini juga banyak ditemukan dalam literatur hikmat Mesir. (by. hs)

 



[1] Rinawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16 (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), 131-150.

[2] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 152-153.

Post a Comment for "Eksegese Amsal 13:1-25"