Meneliti Kitab Pengkotbah

 Meneliti Kitab Pengkhotbah

Kitab Pengkhotbah
Kitab Pengkhotbah



Masing-masing kelompok buatlah penelitian dari Kitab Pengkhotbah (1 pasal perkelompok) dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Tentukan jenis sastranya
  2. Jelaskan konteks pasal yang diselidiki
  3. Jelaskan struktur Pasal yang diselidiki
  4. Buatlah eksegesis ayat demi ayat
  5. Terakhir buatlah kesimpulan dari pasal yang diselidiki

Catatan: Jawaban masuk paling lambat pukul 21.00 WIB

Jawaban: 

Diambil dari satu atau dua kelompok secara random.

Pengantar dan Jenis Sastra Kitab Pengkhotbah. 

Nama Kitab Pengkhotbah diambil dari ayatnya yang pertama yang menyebutkan penulisnya sebagai “Pengkhotbah.” Kata itu juga dapat diterjemahkan “Guru” dan barangkali menunjuk pada suatu jabatan resmi. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam Pengkhotbah 1:1, bahwa “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem. Latar belakang Kitab Pengkhotbah adalah kemakmuran dan kekuasaan kehidupan Salomo itu sendiri. Kitab ini adalah yang paling sulit di Alkitab. Oleh karena itu, untuk mengerti maksudnya, isinya harus dianggap sebagai riwayat hidup penulisnya sendiri. Setiap kitab, dapat memiliki jenis sastra yang berbeda. Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab syair dan puisi yang bercirikan adanya ciri sastra hikmat. Dalam bahasa Ibrani hikmat yaitu “hokmah” yang dapat berarti suatu kualitas intelektual atau pemikiran manusia dan adanya refleksi pengalaman hidup. Tradisi hikmat sebenarnya sudah dikenal di Israel dan sudah ada di Timur Dekat kuno. Dalam Kitab Pengkhotbah, ciri sastra hikmat lebih kepada adanya sifat-sifat manusia, dalam keuniversalannya serta tidak mengandung perspektif sejarah. Oleh karena jenis sastra dapat berupa peribahasa, spekulatif, dan narasi yang berisikan kisah. Dengan demikian, jenis sastra Kitab Pengkhotbah adalah spekulatif yang memiliki arti adanya perenungan, pikiran berupa monolog atau dialog, serta arti kehidupan atau masalah penderitaan. 

Konteks Pasal 1:1-18 Dalam pasal 1 terdapat dua perikop yaitu “segala sesuatu sia-sia” (1:1-11) dan “pengejaran hikmat adalah sia-sia” (1:12-18). Hal ini sesuai dengan tema utama dari Kitab Pengkhotbah itu sendiri. Tema kitab Pengkhotbah ialah mencari kunci arti kehidupan. Pengkhotbah menyelidiki kehidupan dari segala sudut untuk melihat dimana kepuasan dapat ditemukan. Yang diselidikinya ialah kehidupan “di bawah matahari” (1:3). Sebagaimana dipandang manusia pada umumnya, tanpa prasangka-prasangka tentang kehidupan itu. Penulis menggambarkan bahwa hidup tanpa Allah adalah kesia-siaan, tanpa arti, tidak bertujuan, dan kekosongan belaka.

Susunan Struktur Kitab Pengkhotbah

  • Pendahuluan terdiri dari pasal 1:1-11 yang menjelaskan mengenai “Kesia-siaan belaka”, segala sesuatu dikatakan sia-sia, jika dipandang dari segi duniawi (1:2,8). Alam berjalan terus-menerus tanpa mengalami perubahan (1:4-7) dan sejarah merupakan lingkaran kejadian yang berputar terus (1:9-11).
  • Kesia-siaan segala sesuatu pasal 1:12 – 6:12 Penulis kitab berusaha untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Namun jelas dikatakan bahwa hikmat tidak dapat memuaskan. Sekali lagi bahwa “segala sesuatu adalah kesia-siaan.” Oleh karena itu, hikmat juga dapat menyedihkan (1:12-18). Dan akhirnya dikalahkan juga oleh kematian (2:12-17).
  • Kelakuan yang bijaksana 7:1-12:8
  • Penutup 12:9-14

Eksegesis Pengkhotbah 1:1-18 

Ay. 1:2-18 sebenarnya merupakan prolog. Ay. 1 Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem. Pada dasarnya Alkitab tidak menulis secara langsung siapa penulis kitab ini. Sampai pada abad ke-19 Raja Salomo dianggap sebagai penulisnya. Hal ini dikarenakan ayat pertama dan 2:4-10 juga sangat cocok sebagai suatu gambaran tentang Salomo. Namun ada juga orang-orang yang membantahnya. Dilihat dari bahasa aslinya, dinyatakan oleh Namanya yakni Qohelet yang berarti Pengkhotbah. Qohelet sendiri adalah seorang yang bergumul dengan dirinya sendiri sebagai seorang bijaksana yang terus bergumul dalam menghadapi realita hidup. Kata ini dihubungkan dengan ‘qahal’ (kumpulan umum), dan hal ini menyarankan jenis hikmat yang disampaikan oleh si pembicara. Keduniawiaannya yang jelas kelihatan itu adalah cocok dengan tujuannya yaitu Qohelet berbicara kepada rakyat umum yang pandangannya dibatasi pada dunia ini. Ia mulai pada prinsip-prinsip mereka sendiri, dan terus meyakinkan mereka pada kesia-siaan yang melekat padanya. Ini dikuatkan dari ungkapan khususnya, “di bawah matahari” (1:3), yang dengannya ia menyebutkan apa yang disebut PB yaitu ‘dunia’ (kosmos). Ini juga merupakan hal yang berhubungan dengan sekularisme yaitu suatu paham bahwa tidak ada apa-apa selain dari dunia ini bahkan terhadap agama yang dikeluarkan. Orang Yahudi cenderung terlalu duniawi dan untuk melupakan trasendensi (di luar tanggapan pancaindera manusia) Allah. Ay. 2 kata “segala sesuatu adalah sia-sia” ditulis sebanyak 34 kali dalam Kitab Pengkhotbah. Dan kalimat ini dimulai dari ayat ini, yang juga mendasari isi dari apa yang ingin disampaikan oleh Pengkhotbah. Ay. 3 terdapat kalimat “di bawah matahari” yang juga muncul cukup banyak yaitu sebanyak 31 kali. Hal ini sekaligus menjadi suatu penekanan yang berhubungan dengan apa yang dilakukan manusia yang sia-sia. Bahkan dalam ayat-ayat selanjutanya dikatakan adanya usaha untuk menjaring angin, dengan kata lain segala sesuatu adalah kesia-siaan. Karena pada dasarnya seberapa hebat seseorang di dunia ini tidak ada yang dapat menjaring angin, ini pun menggambarakan kesia-siaan belaka. Ay. 4-7 menggambarkan bahwa alam berjalan terus-menerus tanpa mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan apa yang terdapat dan terjadi dalam bumi. Ay. 8-11 menunjukkan keadaan dunia yang pada dasarnya tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang dimiliki. Sebenarnya makna dunia bahwa dunia itu dapat menjadi suatu alat jalur penyataan kebajikan, hikmat dan kebenaran Allah. Hanya apabila manusia memperlakukan sebagai segala ssesuatu yang ada, dan membuat tujuan-tujuan utamanya untuk seluruh dunia maka hal itu berubah menjadi kesia-siaan. Tapi ada suatu cara dengan mana orang dapat menerima kehidupan di bawah matahari, dengan pemberian-pemberiannya, dan imbalan pemberian itu, berbagai ketidaklogisan dan ketidakadilan yang menonjol dan cara itu adalah dari tangan Allah (2:24; 5:17-19).

Ay. 12 ayat ini memiliki kesamaan dengan ayat 1 yang kembali mengatakan bahwa, “Aku, Pengkhotbah adalah raja atas Israel di Yerusalem. Hal ini kembali menekankan tentang adanya suatu jabatan resmi misalnya sebagai orang yang mempunyai tugas untuk mengadakan persidangan orang Israel, yang sesuai dengan arti nama Pengkhotbah yang juga dapat diterjemahkan sebagai guru. Ay. 13 dapat dikatakan bahwa manusia mencari kepuasan. Namun, Pengkhotbah berusaha mencari hal tersebut dengan hikmat tentang apa yang terjadi. Akan tetapi semua hanyalah hal-hal yang dapat melelahkan diri. Dengan demikian dalam hal ini pengejaran hikmat pun adalah sia-sia jika tidak melibatkan Allah. Ay. 14 segala yang dilakukan oleh manusia sebenarnya dapat memiliki arti. Namun mengapakah penulis mengatakan bahwa ini pun merupakan kesia-siaan dan usaha menjaring angin? Merupakan misteri yang penulis kitab sampaikan. Namun dengan segala usaha yang dilakukan tidaklah sia-sia jika melibatkan Allah. Ay. 15-18 pencarian kepuasan di dalam dunia kembali terdapat dalam ayat-ayat ini. Baik hikmat, pengetahuan, kebodohan dan kebebalan telah dipahami oleh penulis Kitab Pengkhotbah (17). Mirisnya kata “tetapi” menunjukkan suatu alasan bahwa hal tersebut pun adalah kesia-siaan dengan menggunakkan istilah “menjaring angin,” Pengkhotbah menuliskan bahwa di dalam banyak hikmat tentu ada banyak pengetahuan tetapi hal itu membuat banyak susah hati dan dapat berakhir dengan kesedihan.

Kesimpulan 

Kitab Pengkhotbah 1:1-18 merupakan salah satu kitab syair dan puisi yang paling sulit dimengerti oleh pembacanya secara pribadi. Kitab ini seakan menjadi misteri yang sulit untuk dijawab. Berkaitan dengan hal tersebut, Pengkhotbah memberikan kunci tentang kitab ini bahwa “kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” Ini merupakan kata yang paling banyak diulang dalam kitab ini. Secara khusus dalam pasal 1:1-18 menjelaskan awal dari apa yang ingin disampaikan oleh Pengkhotbah. Hal ini menunjukkan adanya pengajaran dari penulis kitab bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia di bawah matahari adalah usaha untuk menjaring angin. Bahkan pengejaran akan hikmat, memahami tentang pengetahuan, kebodohan dan kebebalan pun merupakan kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Akan tetapi tidak serta merta semuanya berarti demikian. Segala sesuatu sebenarnya tidak akan menjadi sia-sia jika manusia hidup dengan takut akan Allah. ini merupakan inti pangajaran yang sekaligus menjadi tujuan penekanan penulis Kitab Pengkhotbah itu sendiri (12:13). Dengan kata lain, manusia yang hidup tanpa Allah adalah sia-sia, termasuk segala apa yang diperbuatnya adalah hal yang sia-sia, apa pun itu tanpa terkecuali. Dengan demikian, hidup sebagai manusia dalam dunia ini, haruslah selalu melibatkan Allah dalam setiap aspek kehidupan yang masih dianugerahkan, dengan selalu hidup gentar dan takut akan Allah. Sesungguhnya segala sesuatu tidak akan sia-sia jika hidup di dalam Allah dan takut akan Dia sebagai sumber segala sesuatu dan sumber kehidupan.

41 comments for "Meneliti Kitab Pengkotbah"

  1. Nama kelompok
    1. Yaliper Yogosam
    2. Restina Sulastri
    Nas: pengkotbah. 1:1-11
    1. Tentukan Jenis Sastra.
    a. Renungan
    b. Amsal
    c. Pertanyaan Retoris.
    2. Jenis Konteks pasal yang diselediki.
    Menurut Pengkhotbah segala sesuatu merupakan adalah sia-sia, atau kekosongan. Usaha terus menerus yang diterapkan oleh manusia pun tidak memberikan hasil lestari. Kehidupan manusia yang rawan dan lemah ditertawakan oleh sifat alam yang berputar dan secara terus menerus, berulang lagi itu menggarisbawahi kesia-siaan, keberadaan manusia, sehingga manusia tidak dapat membuat apa-apa untuk mengubah kedudukannya di dalam alam. Irama perputaran itu tidak dapat direbut atau diganggu gugat oleh manusia yang pendek umurnya.
    3. Jelaskan Struktur Pasal yang diselidiki.
    Penulis kitab Pengkhotbah mampu menyatakan uraian secara tenang dan terpadu. Yang membawanya kepada kesimpulan bahwa hidup manusia itu tidak punya isi nilai- nilai atau keberhasilan. Pada dasarnya Kitab ini mengatakan kepada pembacanya tentang situasi dunia dan kompleksannya dan bagaimana kiat untuk hudup didalam dunia ini. Kesudahannya yang mau disebutkan oleh Pengkhotbah bahwa manusia ialah fanah, ketidak pengadaian pada apapun dan kehidupan yang dibayangi oleh bayang maut.
    4. Buatlah Eksegese ayat demi ayat.
    ayat 1. Inilah perkataan anak Daud raja Yerusalem (Salomo)
    ayat. 2. Semuanya sia-sia atau tidak berguna, hidup itu percuma semunya.
    ayat.3. Seumur hidup manusia bekerja tetapi hasilnya tidak dipenuhi.
    ayat.5. Waktu seli berganti
    ayat.6. Angin berputar- putar lalu kembali.
    ayat.7. Sungai mengalir dari hulu ke hilir.
    ayat. 9. Segala sesuatu yang terjadi didunia ini tidak ada yang hal baru.
    ayat. 10. Segala sesuatu sudah ada sebelunya.
    ayat.11. Segala sesuatu terjadi adalah bersejarah bagi kehidupan manusia.
    5. Kesimpulan.
    Segala sesuatu dan yang dilakukan oleh manusia adalah semuanya sia-sia dan tidak berguna di Mata Tuhan.


    ReplyDelete
  2. Nama Kelompok
    1. Andreas Paulus Atalani
    2. Hadison Tafonao

    Nats : Pengkhotbah 4: 1-17

    1. Jenis sastranya berupa narasi yang di ungkapkan dalam kekesalan karena ketidakadilan dalam hidup ini dan juga berupa nasehat. Ayat 1-16, mengingat besarnya ketidakadilan yang ada di dunia ini Kohelet menyatakan keyakinannya bahwa keadaan orang-orang yang mati maupun yang belum sempat dilahirkan adalah lebih baik daripada yang hidup.

    2. Jelaskan konteks pasal yang diselidiki. Konteks pasal ini dimana Pengkhotbah sedang mengungkapkan rasa ibahnya karena ketidakadilan dalam kehidupan manusia. Dalam ayat 1-3, Pengkhotbah menjelaskan bahwa ada orang-orang miskin yang ditindas oleh orang-orang kaya sehingga terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan ini. Dan dari ayat 4-16, Pengkhotbah menasehati bahwa, dalam usaha apapun apabila dilakukan atau didorong oleh karena rasa iri ati maka hal inipun sangat kesia-siaan. Sama halnya dengan manusia mencoba menjaring angin.

    3. Jelaskan struktur pasal yang diselidiki
    1-6 Penindasan dan kecakapan
    7-12 Kesia-siaan kehidupan
    13-16 Kekuasaan yaitu kesia-siaan

    4. Buatlah eksegese ayat demi ayat?

    Ayat 1, Sambil terus menceritakan pengamatan secara langsung terhadap kehidupan manusia, sang pengarang menunjukkan banyak ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan.

    Ayat 2-3, mengingat besarnya ketidakadilan yang ada di dalam dunia ini Pengkhotbah menyatakan keyakinannya bahwa keadaan orang-orang yang mati maupun yang belum sempat dilahirkan adalah lebih baik daripada yang hidup.

    Ayat 4, kohelet mengakui berbagai bermanfaat yang diperkirakan dari ada dari kerja keras. Berlawanan dengan pendapat yang populer, kerja keras pada dasarnya didorong oleh semangat untuk bersaing.

    Ayat 5, Sang pengarang mungkin mengutip sebuah amsal terkenal yang mendorong kerja keras: “orang yang bodoh melipat tangannya dengan memakan dangingnya sendiri,” yang barangkali mengandung pengertian bahwa dia merana karena dia tidak bekerja dan tidak menyediakan makanan bagi dirinya sendiri (bdg. Amsal 6:10-11; 19:15; 21:25; 24:33).

    Ayat 6, ayat ini mungkin sekali adalah keluhan dari Kohelet sendiri atas sikap ini, yakni bersantai-santai adalah jauh lebih baik dari pada kerja.

    Ayat 7-8, ayat ini adalah sebuah contoh tentang kutipan rumusan pengantar: “dan dia bertanya, untuk siapa aku berlelah-lelah dan menolak kesenangan?
    Kerja keras dan pengembangan ketrampilan sering kali didorong oleh persaingan sesama manusia akibat iri hati dan roh persaingan yang mementingkan diri sendiri; motivasi-motivasi seperti itu menghancurkan diri dari pada itu penghotbah mengingatkan agar hidup mencari yang tidak belebih-lebihan – melakukan perbuatan baik hidup dengan tenang yang saleh.
    Ayat 9, harus bekerja sama dan saling menolong ayat 10-11.



    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayat 12, tali tiga lembar. Mungkin yang dimaksudkan adalah keuntungan mempunyai teman dan bahwa jika persekutuan dua orang adalah baik maka persekuatuan tiga orang tentu lebih baik. sebuah tali dengan tiga lembar, didalamnya akan lebih kuat dari pada yang dua lembar
      Dalam LAI TB, dialahkan,
      BIS, Dikalahkan,
      TL, dialahkan,
      TMV, dikalahkan,
      Hebrew, YIT’QEFO (dia dikalahkannya, Verb Qal Imperfect 3rd Mas. Sing. + Suffix 3rd Mas. Sing.} Naskah bahasa asli menulis YIT’QEFO, artinya: dia dikalahkannya dari verba dasar: YIT’QEFO, artinya: dikalahkan dengan tekanan power yang lebih tingggi.

      Ayat 13-16, Perbandingan di antara seorang pemuda yang bijaksana dengan raja tua bebal yang menolak nasihat ini menunjukkan betapa menyedihkan apabila seorang pemimpin menjadi sombong dan lupa menjadi seorang hamba – pemimpin dari umatnya.

      Ayat 17, Jagalah langkah mu adalah kata kerja himbauan, ini memang merupakan himbauan dari pengkhotbah tetapi dari himbauan isi ini hal yang penting. Himbauan bukan paksaan, himbauan adalah terhadap hak asasi setiap manusia.
      Menjaga langkah disini bukan berarti:
      Melangkah harus memulai dengan kaki kanan
      Bukan juga menggunakan ujung kaki atau dengan tumit
      Bukan juga melangkah dengan gerak cepat atau lambat
      Bukan melangkah dengan melagak lenggokan pinggul
      Menjaga langkah yang dimaksudkan oleh Pengkhotbah adalah menjaga sikap hati. Karena ini berbicara tentang hubungan orang yang datang ke rumah Tuhan dengan Tuhan yang dimana nama-Nya diam. Langkah yang disertai dengan kerinduan yang dalam mau bertemu dengan Sang Pencipta yang adalah tempat perteduhan yang kekal, (Mazmur 91: 9-11). Kerinduan inilah yang selalu mendorong setiap orang yang datang ke rumah Tuhan.

      Delete


  3. 5. Kesimpulan

    Kitab Pengkhotbah adalah kitab yang tidak kalah menarik dengan kitab-kitab puisi yang lain. Kitab pengkhotbah juga penuh dengan bahasa yang penuh hikmat dalam melihat kehidupan yang penuh dengan ketidakadilan ini. Pengkhotbah mencoba memakai gambaran untuk menggabarkan kehidupan manusia yang penuh persaingan untuk mendapat sesuatu yang mereka usahakan namun dalam persaingan manusia melakukan dengan motivasi yang salah yaitu didorong oleh karena rasa irih hati. Dan juga dimana adanya ketidakadilan terjadi di bawa matahari yaitu, orang kaya atau orang-orang yang kuat menindas orang-orang lemah. Pengkhotbah dalam nada tulisan tersebut sedang tidak menyukai ketidakadilan tersebut sehingga ada ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh pengkhotbah dengan seolah-olah pengkhotbah sedang merasa kesal dengan kehdupan ini.
    Sebagai orang Kristen apa yang perlu dilakukan? Sebaiknya orang Kristen perlu juga mempelajari sifat dari Pengkhotbah ini untuk merasakan ketidakadilan dan bertindak untuk memberikan keadilan dalam setiap kehidupan manusia. Sebagai pemimpin dalam pemerintah, orang Kristen harus menunjukkan hati yang penuh simpati terhadap masyarakat yaitu dengan memperhatikan masyarakat secara adil tanpa memeilki motivasi yang salah. Jika semua orang Kristen memiliki hikmat yang benar untuk memperhatikan satu sama lain maka penulis kira, bumi ini akan takjub melihat dan merasakan apa yang telah dan selalu dilakukan oleh orang Kristen dengan hikmat yang Tuhan berikan. Dan akan tidak ada keluhan-keluhan lagi dan akan tidak ada ketidakadilan lagi dan bahkan ada pun mungkin tidak terlalu banyak.

    ReplyDelete
  4. Ricky Pianto Randa (2010121)
    Rina Totuongo (20190122)

    PENGKHOTBAH 2

    JENIS SASTRA
    Kitab Pengkhotbah termasuk ke dalam jenis sastra Hikmat. Tradisi hikmat umumnya dapat dikategorikan dalam dua golongan, yaitu tradisi hikmat yang mengandung nasihat untuk anak muda demi mencapai keberhasilan hidup, dan tradisi hikmat yang mengandung refleksi terdalam terhadap penderitaan manusia dan yang sering hidup dalam skeptis. Kitab Ayub dan Pengkhotbah menghasilkan jenis tradisi hikmat yang kedua. Secara khusus pada pasal 2, Jenis Sastranya adalah Hikmat Spekulatif, karena bersifat perenungan dan pemikiran, yang menyelidiki masalah-masalah pokok tentang arti kehidupan manusia.

    KONTEKS PASAL
    Pengkhotbah pasal 2 ini merupakan kesinambungan atau lanjutan dari Pengkhotbah pasal 1. Pada pasal 1, Pengkhotbah memaparkan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia. Bagian ini Pengkhotbah ingin menjelaskan mengenai kesia-siaan segala sesuatu. Kalau Pengkhotbah 1 memulai dengan menjelaskan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (1:1-11), dan disambung dengan menjelaskan pengejaran hikmat adalah sia-sia (1:12-18), maka Pengkhotbah 2 merupakan penekanan tambahan dari Pengkhotbah 1, yang ingin memperjelas dan memperkuat argumen mengenai kesia-siaan segala sesuatu.

    STRUKTUR PASAL
    • Refleksi atas kenikmatan (2:1-11)
    • Refleksi tentang manfaat kebijaksanaan dan kebodohan (2:12-17)
    • Refleksi atas kerja keras manusia (2:18-26)

    ReplyDelete
    Replies
    1. EKSEGESIS

      2:1-11 > Bagian ini menceritakan Pengkhotbah yang mencari hikmat dalam kenikmatan yang berlebihan. Itu dilakukan bukan dengan mengenakan bunga dikepala sebelum layu, seperti biasa yang dilakukan orang Yunani, melainkan dengan cara Yahudi, yaitu mempermainkan kekuasaan dengan mengadakan perjamuan dan proyek bangunan yang mewah-mewah, pendek kata menjadi pelindung sen. Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku (10). Tetapi, siapa yang akan memegang semuanya jika Ia pergi, sebab apa yang dilakukan orang yang menggantikan raja? (Ay.12).
      2:12-17 > Sesuatu yang dari luar disisipkan di sini untuk merefleksikan kesia-siaan semuanya. Pengkhotbah mungkin saja seorang yang bodoh, seorang yang memandang rendah etik keadilan Yahudi dan hidup mementingkan diri sendiri, seolah-olah tidak ada Allah; itulah arti dari “bodoh”. Meskipun mereka dengan hikmat mempunyai mata, mereka akan berakhir sama seperti s bodoh; semua akan dilupakan. Dengan demikian ia kana membenci hidup yang tidak memiliki makna sejati, apapun yang dilakukan orang.
      2:18-26 > Pengkhotbah menghibur dirinya dalam pekerjaan. Dari permulaan, Ia tahu bagaimana hal sia-sia. Ia tidak tahu bagaimana Ia meninggalkanya segalanya kepada orang bodoh atau orang bijak. Sementara itu, Ia harus mencemaskannya sehingga bahkan di malam hari, hatinya tidak tentram (Ay. 23). Tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya (ay.24). ini sama sekali bukan pelarian yang dilakukan Pengkhotbah, melainkan rasa syukur. Kerja keras tidak membuahkan hasil; itu menyadarkan bahwa segala yang baik datang dari tangan Allah.

      KESIMPULAN

      Maksud utama dari kitab Pengkhotbah ialah menunjukkan berdasarkan pengalaman pribadi bahwa apabila semua tujuan dan berkat-berkat duniawi itu sendiri dijadikan tujuan akhir, akan membawa kepada kekecewaan dan kehampaan serta kesia-siaan.
      Secara khusus pada pasal 2 ini, Pengkhotbah menunjukkan beberapa hasil refleksi dari pengalaman sang penulis dalam memahami kehidupan manusia yang dikatakannya sebagai kesia-siaan. Penulis membagi hasil refleksinya dalam tiga bagian; pertama (2:1-11), menunjukkan bahwa konsentrasi pada kesenangan tidak membawa keuntungan apa pun bagi umat manusia, kedua (2:12-17), menunjukkan bahwa keunggulan orang yang bijak di negasikan atau dipatahkan dengan fakta bahwa orang bijak pun pada akhirnya mati sama seperti orang bodoh, ketiga (2:18-26), menunjukkan lewat jerih payah atau kerja keras. Bahwa hasil jerih payah diserahkan kepada orang lain, jerih payah itu sia-sia.
      Satu kesimpulan yang bisa ditarik adalah menerima kenikmatan apapun yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk jerih payahnya. Kebajikan paling mulia dalam hidup ini ialah menghormati dan mematuhi Allah, dan menikmati hidup ini sepanjang orang dapat melakukannya.

      Delete
  5. Ayu dan Geri

    Meneliti Kitab Pengkhotbah

    1. Pengantar dan Jenis Sastra Kitab Pengkhotbah
    Nama Kitab Pengkhotbah diambil dari ayatnya yang pertama yang menyebutkan penulisnya sebagai “Pengkhotbah.” Kata itu juga dapat diterjemahkan “Guru” dan baranngkali menunjuk pada suatu jabatan resmi. Hal ini sesuai denga napa yang terdapat dalam Pengkhotbah 1:1, bahwa “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem. Latar belakang Kitab Pengkhotbah adalah kemakmuran dan kekuasaan kehidupan Salomo itu sendiri. Kitab ini adalah yang paling sulit di Alkitab. Oleh karena itu, untuk mengerti maksudnya, isinya harus dianggap sebagai riwayat hidup penulisnya sendiri.
    Setiap kitab, dapat memiliki jenis sastra yang berbeda. Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab syair dan puisi yang bercirikan adanya ciri sastra hikmat. Dalam bahasa Ibrani hikmat yaitu “hokmah” yang dapat berarti suatu kualitas intelektual atau pemikiran manusia dan adanya refleksi pengalaman hidup. Tradisi hikmat sebenarnya sudah dikenal di Israel dan sudah ada di Timur Dekat kuno. Dalam Kitab Pengkhotbah, ciri sastra hikmat lebih kepada adanya sifat-sifat manusia, dalam keuniversalannya serta tidak mengandung perspektif sejarah. Oleh karena jenis sastra dapat berupa peribahasa, spekulatif, dan narasi yang berisikan kisah. Dengan demikian, jenis sastra Kitab Pengkhotbah adalah spekulatif yang memiliki arti adanya perenungan, pikiran berupa monolog atau dialog, serta arti kehidupan atau masalah penderitaan.

    2. Konteks Pasal 1:1-18
    Dalam pasal 1 terdapat dua perikop yaitu “segala sesuatu sia-sia” (1:1-11) dan “pengejaran hikmat adalah sia-sia” (1:12-18). Hal ini sesuai dengan tema utama dari Kitab Pengkhotbah itu sendiri. Tema kitab Pengkhotbah ialah mencari kunci arti kehidupan. Pengkhotbah menyelidiki kehidupan dari segala sudut untuk melihat dimana kepuasan dapat ditemukan. Yang diselidikinya ialah kehidupan “di bawah matahari” (1:3). Sebagaimana dipandang manusia pada umumnya, tanpa prasangka-prasangka tentang kehidupan itu. Penulis menggambarkan bahwa hidup tanpa Allah adalah kesia-siaan, tanpa arti, tidak bertujuan, dan kekosongan belaka.

    ReplyDelete
  6. 3. Susunan Struktur Pasal yang Diselidiki 1:1-18
    I. Pendahuluan
    Pendahuluan ini terdiri dari pasal 1:1-11 yang menjelaskan mengenai “Kesia-siaan belaka”, segala sesuatu dikatakan sia-sia, jika dipandang dari segi duniawi (1:2,8). Alam berjalan terus-menerus tanpa mengalami perubahan (1:4-7) dan sejarah merupakan lingkaran kejadian yang berputar terus (1:9-11).
    II. Kesia-siaan segala sesuatu pasal 1:12 – 6:12
    Penulis kitab berusaha untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Namun jelas dikatakan bahwa hikmat tidak dapat memuaskan. Sekali lagi bahwa “segala sesuatu adalah kesia-siaan.” Oleh karena itu, hikmat juga dapat menyedihkan (1:12-18). Dan akhirnya dikalahkan juga oleh kematian (2:12-17).
    III. Kelakuan yang bijaksana 7:1-12:8
    IV. Penutup 12:9-14

    ReplyDelete
  7. 4. Eksegesis Pengkhotbah 1:1-18

    Ay. 1:2-18 sebenarnya merupakan prolog.
    Ay. 1 Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem. Pada dasarnya Alkitab tidak menulis secara langsung siapa penulis kitab ini. Sampai pada abad ke-19 Raja Salomo dianggap sebagai penulisnya. Hal ini dikarenakan ayat pertama dan 2:4-10 juga sangat cocok sebagai suatu gambaran tentang Salomo. Namun ada juga orang-orang yang membantahnya. Dilihat dari bahasa aslinya, dinyatakan oleh Namanya yakni Qohelet yang berarti Pengkhotbah. Qohelet sendiri adalah seorang yang bergumul dengan dirinya sendiri sebagai seorang bijaksana yang terus bergumul dalam menghadapi realita hidup. Kata ini dihubungkan dengan ‘qahal’ (kumpulan umum), dan hal ini menyarankan jenis hikmat yang disampaikan oleh si pembicara. Keduniawiaannya yang jelas kelihatan itu adalah cocok dengan tujuannya yaitu Qohelet berbicara kepada rakyat umum yang pandangannya dibatasi pada dunia ini. Ia mulai pada prinsip-prinsip mereka sendiri, dan terus meyakinkan mereka pada kesia-siaan yang melekat padanya. Ini dikuatkan dari ungkapan khususnya, “di bawah matahari” (1:3), yang dengannya ia menyebutkan apa yang disebut PB yaitu ‘dunia’ (kosmos). Ini juga merupakan hal yang berhubungan dengan sekularisme yaitu suatu paham bahwa tidak ada apa-apa selain dari dunia ini bahkan terhadap agama yang dikeluarkan. Orang Yahudi cenderung terlalu duniawi dan untuk melupakan trasendensi (di luar tanggapan pancaindera manusia) Allah.
    Ay. 2 kata “segala sesuatu adalah sia-sia” ditulis sebanyak 34 kali dalam Kitab Pengkhotbah. Dan kalimat ini dimulai dari ayat ini, yang juga mendasari isi dari apa yang ingin disampaikan oleh Pengkhotbah.
    Ay. 3 terdapat kalimat “di bawah matahari” yang juga muncul cukup banyak yaitu sebanyak 31 kali. Hal ini sekaligus menjadi suatu penekanan yang berhubungan dengan apa yang dilakukan manusia yang sia-sia. Bahkan dalam ayat-ayat selanjutanya dikatakan adanya usaha untuk menjaring angin, dengan kata lain segala sesuatu adalah kesia-siaan. Karena pada dasarnya seberapa hebat seseorang di dunia ini tidak ada yang dapat menjaring angin, ini pun menggambarakan kesia-siaan belaka.
    Ay. 4-7 menggambarkan bahwa alam berjalan terus-menerus tanpa mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan apa yang terdapat dan terjadi dalam bumi.
    Ay. 8-11 menunjukkan keadaan dunia yang pada dasarnya tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang dimiliki. Sebenarnya makna dunia bahwa dunia itu dapat menjadi suatu alat jalur penyataan kebajikan, hikmat dan kebenaran Allah. Hanya apabila manusia memperlakukan sebagai segala ssesuatu yang ada, dan membuat tujuan-tujuan utamanya untuk seluruh dunia maka hal itu berubah menjadi kesia-siaan. Tapi ada suatu cara dengan mana orang dapat menerima kehidupan di bawah matahari, dengan pemberian-pemberiannya, dan imbalan pemberian itu, berbagai ketidaklogisan dan ketidakadilan yang menonjol dan cara itu adalah dari tangan Allah (2:24; 5:17-19).

    ReplyDelete

  8. Ay. 12 ayat ini memiliki kesamaan dengan ayat 1 yang kembali mengatakan bahwa, “Aku, Pengkhotbah adalah raja atas Israel di Yerusalem. Hal ini kembali menekankan tentang adanya suatu jabatan resmi misalnya sebagai orang yang mempunyai tugas untuk mengadakan persidangan orang Israel, yang sesuai dengan arti nama Pengkhotbah yang juga dapat diterjemahkan sebagai guru.
    Ay. 13 dapat dikatakan bahwa manusia mencari kepuasan. Namun, Pengkhotbah berusaha mencari hal tersebut dengan hikmat tentang apa yang terjadi. Akan tetapi semua hanyalah hal-hal yang dapat melelahkan diri. Dengan demikian dalam hal ini pengejaran hikmat pun adalah sia-sia jika tidak melibatkan Allah.
    Ay. 14 segala yang dilakukan oleh manusia sebenarnya dapat memiliki arti. Namun mengapakah penulis mengatakan bahwa ini pun merupakan kesia-siaan dan usaha menjaring angin? Merupakan misteri yang penulis kitab sampaikan. Namun dengan segala usaha yang dilakukan tidaklah sia-sia jika melibatkan Allah.
    Ay. 15-18 pencarian kepuasan di dalam dunia kembali terdapat dalam ayat-ayat ini. Baik hikmat, pengetahuan, kebodohan dan kebebalan telah dipahami oleh penulis Kitab Pengkhotbah (17). Mirisnya kata “tetapi” menunjukkan suatu alasan bahwa hal tersebut pun adalah kesia-siaan dengan menggunakkan istilah “menjaring angin,” Pengkhotbah menuliskan bahwa di dalam banyak hikmat tentu ada banyak pengetahuan tetapi hal itu membuat banyak susah hati dan dapat berakhir dengan kesedihan.

    ReplyDelete
  9. 5. Kesimpulan Kitab Pengkhotbah 1:1-18
    Kitab Pengkhotbah merupakan salah satu kitab syair dan puisi yang paling sulit dimengerti oleh pembacanya secara pribadi. Kitab ini seakan menjadi misteri yang sulit untuk dijawab. Berkaitan dengan hal tersebut, Pengkhotbah memberikan kunci tentang kitab ini bahwa “kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” Ini merupakan kata yang paling banyak diulang dalam kitab ini.
    Secara khusus dalam pasal 1:1-18 menjelaskan awal dari apa yang ingin disampaikan oleh Pengkhotbah. Hal ini menunjukkan adanya pengajaran dari penulis kitab bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia di bawah matahari adalah usaha untuk menjaring angin. Bahkan pengejaran akan hikmat, memahami tentang pengetahuan, kebodohan dan kebebalan pun merupakan kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Akan tetapi tidak serta merta semuanya berarti demikian. Segala sesuatu sebenarnya tidak akan menjadi sia-sia jika manusia hidup dengan takut akan Allah. ini merupakan inti pangajaran yang sekaligus menjadi tujuan penekanan penulis Kitab Pengkhotbah itu sendiri (12:13). Dengan kata lain, manusia yang hidup tanpa Allah adalah sia-sia, termasuk segala apa yang diperbuatnya adalah hal yang sia-sia, apa pun itu tanpa terkecuali.
    Dengan demikian, hidup sebagai manusia dalam dunia ini, haruslah selalu melibatkan Allah dalam setiap aspek kehidupan yang masih dianugerahkan, dengan selalu hidup gentar dan takut akan Allah. Sesungguhnya segala sesuatu tidak akan sia-sia jika hidup di dalam Allah dan takut akan Dia sebagai sumber segala sesuatu dan sumber kehidupan.

    ReplyDelete
  10. Nama Kelompok
     Hana Ayu Wandira ( 20190109)
     Yunita Rebeka ( 20190132)
    Masing-masing kelompok buatlah penelitian dari Kitab Pengkhotbah (1 pasal perkelompok) dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
    1. Tentukan jenis sastranya
    2. Jelaskan konteks pasal yang diselidiki
    3. Jelaskan struktur Pasal yang diselidiki
    4. Buatlah eksegesis ayat demi ayat
    5. Terakhir buatlah kesimpulan dari pasal yang diselidiki
    PENGKOTBAH 1:1-18
    1. Jenis Sastranya Di Dalam Bahasa Ibrani Kitab Ini Disebut Qohelet. Kitab Ini Termasuk Ke Dalam Sastera Hokmah Dan Tergolong Dalam Lima Menggilot. Kitab Pengkhotbah Ini Dibaca Pada Pesta Pondok Daun Yaitu Pesta Memperingati Perjalanan Di Padang Gurun

    2. Konteks Pasal Yang Diselidiki
     Deklarasi Pembukaan : Segala Sesuatu Sia-Sia (Pengkhotbah 1:1-11)
     Pertanyaan Dan Peragaan Tentang Kesia-Sian Hidup Yang Terpisah Dari Allah (Pengkhotbah 1:12-6:12
    3. Struktur pasal yang diselidiki
     Pengantar 1:1-1:3
     Ilustrasi tentang kesia-siaan manusia 1:4-1:11
     Teori kesia-sian yang dibuktikan alkitab 1:12-2:26
     Tema Diperlihatkan 1:4-2:26
     Melalui Kehidupan Manusia Secara Umum 1:4-11
     Melalui Pengetahuan 1:12-18.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 4. Eksegese ayat demi ayat

      Ayat 1 Pengkhotbah Begitulah sering kali (semenjak Luther) diterjemahkan kata Ibrani Qohelet. Arti kata ini ialah: orang jemaat (Ibraninya: qahal; Yunaninya: ekklesia) Ungkapan itu dapat diartikan dengan dua cara. Qohelet boleh jadi berarti: pemimpin jemaat, pengkhotbah bagi jemaat. Tetapi mungkin kata itu berarti juga: orang yang bertindak atas nama jemaat; jemaat yang diperorangkan.Salomo, walaupun tidak dikenal dengan nama, menjadi juru bicara bagi berbagai pandangan dan keyakinan sang penulis. Dia adalah raja di Yerusalem, yang karena kekayaan, hikmat dan perhatiannya pada hal-hal duniawi, memiliki kesempatan yang luas untuk mengecap segala sesuatu dalam kehidupan. Seluruh eksistensi manusia, bila dijalani terpisah dari Allah akan menimbulkan frustrasi dan kekecewaan. Semua kesenangan dan materi dalam hidup, bila dicari dan di jadikan tujuan akhir, tidak akan mendatangkan apapun selain kesedihan dan perasaan sia-sia. Ayat 2 Kesia-siaan kata Ibrani (hebel) yang aselinya berarti: hembusan, nafas. Ini menjadi sebuah gambar atau kiasan (sama seperti air, bayang-bayangan, asap dsb) yang dalam persanjakan Ibrani lazim dipakai untuk menekankan kerapuhan dan kefanaan manusia. Tetapi pada Pengkhotbah kata hebel itu sudah kehilangan arti aseli dan kongkritnya. Kata itu dipakai olehnya untuk menyingkapkan betapa sia-sia dan hampa segala sesuatu, sehingga hanya menipu dan mengecewakan. 2. Kesia-siaan belaka. Kata sia-sia pada dasarnya berarti "hembusan nafas" (lihat Yesaya. 57:13) atau "menguap atau lenyap" (lihat Amsal. 21:6), seperti nafas yang dihembuskan orang pada hari yang dingin.
      Rupanya di sini artinya adalah:
      (1) hal yang bersifat sementara, dan;
      (2) hal yang sia-sia.
      Ungkapan itu menekankan betapa cepatnya hal-hal duniawi berlalu (mati), dan betapa sedikit yang dapat diberikan oleh hal-hal tersebut kepada orang yang memilikinya (Yakubus. 4:14).
      Konsep ini diberi penekanan lebih besar melalui penggunaan bentuk superlatif yang diulang.
      Frasa segala sesuatu adalah sia-sia harfiahnya adalah, seluruh eksistensi ini adalah sia-sia.
      Tetapi, ini harus dipahami bukan dalam hubungan dengan alam semesta, melainkan dengan seluruh aktivitas kehidupan duniawi, yaitu hal-hal "di bawah matahari" dalam ayat 3.
      Konteks yang belakangan menunjukkan hal ini dengan jelas. Sang penulis bukan seorang yang sama sekali pesimis; dia hanya pesimis apakah eksistensi manusia dapat mendatangkan kepuasan apabila terpisah dari Allah

      Delete
    2. 3. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah. Dari akar kata "yang tersisa," kata gunanya di sini lebih mengandung gagasan "keuntungannya" daripada "perolehannya" (bdg. 7:11). Jika orang memandang hidup ini semata-mata menurut nilai-nilai duniawi, maka tidak ada keuntungan yang bisa dilihat dari perjuangan dan kerja kerasnya. Selanjutnya, penulis membuktikan hal ini melalui penelitian terhadap berbagai bidang aktivitas manusia Ayat 3 Jerih payah Kata “Ibrani” (amal) biasanya menyangkut pekerjaan berat, seperti misalnya pekerjaan para budak, Ulangan 26:7. Lalu kata itu menyangkut kesusahan dan penderitaan. Kata itu kerap kali dipakai oleh Pengkhotbah; sebagai kata benda sampai 20 kali dan sebagai kata kerja dipakai sampai 30 kali.
      4. Keturunan yang satu pergi. Di sini, bahasa Ibrani memakai bentuk participle - satu keturunan selalu berlalu dari arena, dan yang lain selalu datang. Manusia lahir hanya untuk terjebak dalam keadaan, dan kemudian mati. Sebaliknya, bumi tetap ada, lagi-lagi di sini dipakai bentuk participle untuk menyatakan, bahwa aktivitas tersebut berlanjut. Manusia yang dijadikan dari tanah, hidupnya singkat dan kemudian mati, tetapi bahan yang darinya manusia dijadikan itu terus ada. Pengulangan menjemukan ini juga terlihat pada aktivitas "matahari" (1:5), "angin" (1:6), dan "sungai" (1:7).
      Melalui Kehidupan Manusia Secara Umum 1:4-11. Hidup adalah pengulangan yang tiada henti-hentinya dan tidak bermakna. Kerja keras manusia tidak menghasilkan sesuatu yang kekal; hanya bumi yang tetap ada. Jalan aktivitas manusia monoton dan tidak mempunyai tujuan, seperti halnya berbagai proses alam.
      Ayat 8. Segala sesuatu Ungkapan Ibrani juga dapat diterjemahkan: Segala perkataan. Kalau demikian, Pengkhotbah 1:8 boleh diterjemahkan sebagai berikut: Segala perkataan menjemukan. Tidak ada seorangpun dapat mengatakan: Mata belum kenyang melihat dan telinga belum puas mendengar. 8. Segala sesuatu menjemukan. Frasa ini mengacu pada fakta, bahwa segala sesuatu dalam hidup ini monoton dan sia-sia, bahwa ke mana pun orang melihat dalam alam ini, dia menemukan siklus aktivitas serupa yang tanpa henti dan membosankan. Tak terkatakan oleh manusia. Mustahil untuk mengungkapkan kesia-siaan dari segala sesuatu itu dengan kata-kata. Semua tidak pernah memberikan kepuasan nyata bagi mata, atau telinga manusia
      11. Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada. Ini mendasari "tak ada sesuatu yang baru" pada ayat 9, dan mungkin lebih baik diterjemahkan orang-orang terdahulu. Manusia bukan hanya disusahkan oleh ketidakmampuannya menghasilkan sesuatu yang berarti, tetapi juga oleh kenyataan, bahwa kenang-kenangan akan kerja kerasnya pun segera dilupakan.
      Ini adalah jawaban lengkap untuk pertanyaan dalam ayat 3, "Apakah gunanya manusia berusaha dengan berjerih payah?" Dia tidak mendapatkan apa-apa, bahkan kenang-kenangan akan perjuangan kerasnya pun tidak.
      Ayat 12 Aku, Pengkhotbah, adalah raja atas Israel di Yerusalem. Dalam ayat ini di pergunakan kata orang pertama tunggal, “aku, Pengkhotbah”. Kata Hayetah, yang berarti “adalah” merupakan bentuk masa lampau (imperfek). Atau dapat di terjemahlkan sebagai “tadinya”. Teks ayat 12 berbunyi, “aku pengkhotbah, tadinya raja atas israel di yerusalem”. Menunjukan bahwa si penulis adalah mantan raja yerusalem yang tidak lagi menjabat. Kemungkinan juga bahwa bisa saja pasal 1-2 menokohkan salomo. Terjemahan kuno fersi T tampaknya juga mengandaikan demikian dan tetap mengartikan melek sebagai raja. Menurut tradisi di PL, salomo tidak langsung mati (bnd. 1 raj 11:41-43). Ia di hukum turun tahta oleh karena dosa-dosanya, tetapi sesudah bertobat ia di perkenankan kembali berkuasa, dan sesudah itu barulah ia mati. Selama masa bertobat itu, salomo menuliskan semacam pengakuan berupa kitab pengkhotbah ini.

      Delete
    3. Ayat 13. Pekerjaan yang menyusahkan Kata “Ibrani” (inyan) hanya terdapat dalam Pengkhotbah. Dan pada umumnya kata itu mempunyai arti yang kurang baik, yaitu: pekerjaan, tugas yang memenatkan, melesukan manusia serta merepotkannya saja anak manusia Ungkapan yang sering dipakai Pengkhotbah ini searti dengan manusia. 1:13 Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Ayat 13 : kata “hati” di terjemahkan dari leb ( bentuk panjangnya adalah lebba). Tetapi, hati dalam bahasa ibrani mencakup juga pikiran. Jadi berbeda dari orang pada masa kini yang bila menengar istilah hati, langsung menghubungkannya dengan prasaan. Padahal dalam kesustraan jawa kuno, hati berhubungan dengan rasa, yang tidak sama dengan “perasaan”. Dengan hikmat, dalam bahasa ibraninya “chokmah” dalam alkitab PL versi BIS chokmah di terjemahkan dengan kata “bijaksana”. Jadi si pengkhotbah membulatkan pikirannya untuk memeriksa dan meyelidiki dengan hikmat atau kebijaksanaan segala yang terjadi di bawah langit atau di dunia ini.
      Ayat 14. Usaha menjaring angin, Ungkapan yang sering dipakai Pengkhotbah ini berarti: tidak berguna sama sekali, sia-sia saja, membuang waktu melulu. 1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Ayat 14: pengamatan menyeluruh terhadap pekerjaan-pekerjaan (hamma‘asim) yang telah di buat manusia menperlihatkan hasil yang negatif. Bukan hanya sai-sia saja, malah masih di tambah lagi dengan ungkapan yang kemudian sering-sering muncul, re’ut ruakh, “(seperti) mengejar angin” (TB-LAI, “usaha menjaring angin”). Pengkhotbah menganggap bahwa kehidupan ini akan berlalu dengan sia-sia. Dia bekerja sekuat tenaga, namun ia mendapatkan sebuah kenyataan bahwa dia akan mati dan meninggalkannya. "Menjaring angin" memang lebih tepat, sebab menunjukkan, bahwa kerja keras manusia adalah tanpa tujuan dan sia-sia, karena orang tidak akan pernah dapat memperoleh kepuasan yang sebenarnya. 14. Menjaring angin ( Terjemahan AV, vexation of spirit ). "Menjaring angin" memang lebih tepat, sebab menunjukkan, bahwa kerja keras manusia adalah tanpa tujuan dan sia-sia, karena orang tidak akan pernah dapat memperoleh kepuasan yang sebenarnya.
      1:15 Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung.
      Ayat 15: kata “bongkok” dalam LAI merupakan salah cetak. Mestinya “bengkok” (bnd. BIS-LAI). Di terjemahkan dari me’uat yang berasal dari iwet, “bengkok”. Ada kemungkinan ayat 15 ini merupakan sebuah pribahasa yang di kutip oleh pengkhotbah untuk menguatkan gambarang mengenai keadaan dirinya, sebuah penyesalah yang tidak dapat lagi di ubah dan telah terlanjur terjadi. Di sini pengkhotbah mengemukakan sebuah pernyataan yang kemudian berkembang menjadi sebuah pernyataan teologis di dalam pasal 7:13. Biar bagaimana pun manusia berusaha, keadaan menyeluruh tidak berubah. yang bengkok akan tetap bengkok, tidak bisa di luruskan atau di tetapkan (ttaqan); apa yang tidak ada, tidak bisa di ada-adakan supaya bisa di hitung dan di lihat keberadaanya. 15. Yang bongkok. Pencarian sang penulis membuat dia menghadapi kenyataan, bahwa hidup ini penuh paradoks, dan anomali yang tidak dapat diselesaikan; sebaliknya, hidup ini tidak memiliki begitu banyak hal yang bisa membuatnya berarti dan berharga.

      1:16 Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan."
      Ayat 16: pengkhotbah mengaku memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada orang lain. Mengenai makna “semua orang yang memerintah atas yerusalem sebelum aku” bentuk dialok antara seseorang dengan hatinya atau dirinya sendiri merupakan bentuk yang biasa dalam sastra kuno misalnya di mesir, “dialok antara seseorang dengan jiwanya” , dan justru menjadi perhatian khusus terutama bagi tafsir kritis naratif.

      Delete
    4. Ayat 17 kebodohan Dalam banyak naskah Ibrani tertulis: hal-hal yang bodoh. Dalam sejumlah naskah lain tertulis: kebodohan, bdk Amsal 10:13. 1:17 Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal inipun adalah usaha menjaring angin, Ayat 17: wa’ettnah (dari akar ntn+waw consecutive pada permulaan kalimat !) libbi, “aku memberi untuk hati ku”. Da’at di sebut sampai tiga kali dan dengan jitu di terjemahkan oleh LAI, “untuk memahami”, “pengetahuan” dan “aku menyadari”. Di dalam ayat 16 diatas di kemukakan bahwa pengkhotbah telah mengumpulkan banyak hikmat dan pengetahuan. Khokma, “hikmat” dan da’at, “pengetahuan” berkaitan satu sama lain. Di dalam pembagian PL yang lain kemungkinan bisa saja antara keduannya di perentangkan, namun dalam kitab pengkhotbah tidak terlihat hal itu. Di dalam ayat ini hikmat dan pengetahuan yang telah di kumpulkan itu akan di pelajari, anehnya, bersama “kebodoan” (holelot, PL. Dari holel ) dan “kebebalan” (siklot,PL . dari sakal). pada pasal 2:12 dan seterusnya, keanehan ini baru menjadi jelas ketika nasib orang berhikmat dan nasib orang bodoh tidak berbeda. Di dalam ayat ini muncul pariasi dari re’ut yaitu re’iyon. Artinya sama saja, “mengejar”. Pengkhotbah menganggap bahwa kehidupan ini akan berlalu dengan sia-sia. Dia bekerja sekuat tenaga, mengumpulkan hikmat dan pengetahuan, menyelidiki kebodohan dan kebebalan. namun ia mendapatkan sebuah kenyataan bahwa baik orang berhikmat atau orang bebal, baik orang berpengetahuan atau bodoh akan memiliki nasib yang sama, akan mati dan meninggalkan semuanya. Itu semua menjadi hal yang sia-sia seperti usaha menjaring angin karna tidak ada yang abadi. Ini adalah sebuah jeritan si pengkhotbah di akhir hidup pada masa tuanya. 17. Untuk memahami hikmat. Dia berusaha menentukan patokan tentang apa yang merupakan hikmat dan apa yang merupakan kebodohan, bukan sekadar melihat kedua sisi persoalan tersebut.

      18. Memperbanyak kesedihan. Pencarian akan arti hidup ternyata tidak hanya membuat frustrasi dan tak mungkin dicapai, tetapi juga menimbulkan kesedihan mental dan spiritual. 1:18 karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.
      Ayat 18: meskipun hikmat dan pengetahuan di pelajari sebagai objek bersama dengan kebodohan dan kebebalan, di sini hanya hikmat dan pengetahuan yang di keluhkan. Makin banyak hikmat makin banyak pula kesusahan (kka’as) dan maki banyak pengetahuan makin banyak pula kecemasan (mak’ob). Pengkhotbah mau mengemukakan ironi. Orang bodoh dan bebal sebenarnya hidup enak mereka tidk prlu berpikir banyak. Banyak belajar merupakan tindakan yang berdampak luas.

      Delete
    5. 5. Kesimpulan dari pasal yang diselidiki
      Pengkhotbah menganggap bahwa kehidupan ini akan berlalu dengan sia-sia. Dia bekerja sekuat tenaga, namun ia mendapatkan sebuah kenyataan bahwa dia akan mati dan meninggalkannya. Itu semua menjadi hal yang sia-sia. Ini adalah sebuah jeritan si pengkhotbah di akhir hidup pada masa tuanya. Mengapa hal ini bisa dialami oleh si pengkhotbah ? Pemikiran pengkhotbah itu muncul karena pada masa mudanya pikirannya hanya terfokus pada apa yang ada di bumi. pengkhotbah hanya melihat apa yang nampak di mata, mengejar hikmat dan kesenangan yang dirasakan dirinya. selalu Berpusat pada dirinya sendiri. Dalam kehidupan manusia masa kini kurang lebih sama seperti kehidupan masa muda pengkhotbah yang di sesalinya. Orang-orang lebih tertarik pada hal-hal yang tampak secara fisik. Contohnya kekayaan: uang, harta, mobil, motor, handphone, laptop, sawah di mana-mana, rumah lebih dari satu, tabungan di bank yang ratusan juta, dll. Semua orang ingin kaya, hidup dalam kelimpahan dan menjadi orang yang paling pintar dan berhikmat. Tetapi ketika pemahaman kita hanya sebatas jika kaya maka bisa membeli apa saja jika berhikmat dan memahami banyak pengetahuan dapat hidup memerintah dengan leluasa, dan hidup tercukupi secara melimpah ruah. Hal ini berarti fokus hidup kita hanya ada pada hikmat, pengetahuan, kekayaan, dan harta, pada dunia semata. Dalam perasaan hampa bahkan justru ketika kita mencapai banyak hal, ketika kita punya segala sesuatu yang berlimpah yang di rasakan oleh pengkhotbah malah adalah kegelisahan. Terkadang dalam hidup, Makin kita punya banyak, malah makin susah. Makin banyak berlimpah, malah justru makin rumit dan makin susah bahkan dalam ayat 18 mengatakan karna di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanya pengetahuan memperbanyak kesedihan. Ayat ini memang betul, bila kita tau banyak kadang-kadang malah membuat kita susah, orang yang tidak tau hidupnya biasa-biasa saja. Semakin banyak tau semakin banyak hal yang akan di tuntut dari kita. Dalam segala kelimpaha pengkhotbah merasakan kebosanan, kegersangan, ia merasakan kekosongan, kepiluan kehampaan, hidup dalam kelebihan namun terasa hampa. Sederhananya seperti ini. rasa lapar, bila di jejali dengan makanan maka rasanya enak. Tetepi bila di jejali terus secara berlimpah dengan makanan, kita akan kekenyangn. Dan akan tiba di suatu titik kita merasa bosan, mau muntah, Dll, menjadi tidak nikkmat lagi. Libur sebentar itu enak, tetapi bila libur terus-terusan pasti ada rasa kehampaan itulah yang di alami dan coba di jelaskan oleh pengkhotbah untuk kita pahami. Ada masanya uang, jabatan, kekayaan, kepintaran,dan hikmat tidak lagi dapat berbicara.

      Delete
    6. Ada masanya di mana semua manusia merasakan hal yang sama seperti yang di rasakan oleh si pengkhotbah, merasa bahwa apa yang di lakuakan selama hidupnya adalah kesia-siaan. Memiliki segalanya, kekayaan, kekuasaan, pengetahuan, dan hikmat yang melimpah bukanlah jawaban dan bukanlah sebuah penolong. Ada masanya di mana semua manusia berhenti berusaha untuk mempertahankan hidup dan melihat bahwa baik orang kaya atau miskin, baik orang berhikmat atau bebal, baik orang berpengetahuan atau orang bodoh, baik orang yang tua maupun muda dan baik orang saleh atau orang yang jahat akan memiliki nasib yang sama, yaitu menghadapi sebuah kematian. Ingatlah akan Tuhan, sebab semua kesia-siaan yang di rasakan manusia di dalam hidup ini terjadi di bawah bumi. Agar manusia memberi tempat akan Tuhan. pasal 12: 1 mengatakan ingatlah akan pencipta mu pada masa muda mu, sebelum tiba hari-hari yang kau katakan tidak ada kesenagan bagi ku di dalammnya

      Delete
    7. Pengkhotbah 1:2 Ayat ini menyatakan tema kitab Pengkhotbah, yaitu bahwa seluruh kegiatan kita di atas muka bumi ini tidak ada artinya dan tidak ada tujuannya ketika dilakukan terlepas dari kehendak Allah, persekutuan, dan kegiatan kasih Allah di dalam kehidupan kita. Kitab ini juga menekankan bahwa ciptaan itu sendiri tunduk kepada kesia-siaan dan kerusakan.

      1) Tujuan penulis ialah menghancurkan semua harapan palsu umat manusia kepada dunia sekular semata-mata; ia ingin pembacanya melihat kenyataan-kenyataan serius dari kejahatan, ketidakadilan, dan kematian serta menginsafi bahwa hidup terlepas dari Allah itu sia-sia dan tidak akan menghasilkan kebahagiaan sejati.
      2) Pemecahan persoalan ini terdapat di dalam iman dan percaya kepada Allah; hanya ini yang menjadikan hidup ini bermakna. Kita harus melihat lebih jauh dari hal-hal duniawi kepada hal-hal sorgawi untuk menerima pengharapan, sukacita, dan damai sejahtera (Pengkhotbah 3:12-17; 8:12-13; Pengkhotbah 12:13-14).

      Pengkhotbah 1:5-11 Dunia tampaknya berjalan terus sesuai dengan pola tertentu tanpa ada yang hidup mereka di dunia, mereka juga tidak dapat menemukan kepuasan total di dalamnya.

      Pengkhotbah 1:9 Ayat ini tidak berarti bahwa tidak ada penemuan baru, hanya bahwa tidak ada bentuk kegiatan baru. Pencarian, sasaran, dan keinginan umat manusia tetap sama.

      Pengkhotbah 1:12-18 Manusia sendiri tidak dapat menemukan maksud dalam hidup, demikian pula, orang tidak dapat memakai prestasi manusia sendiri untuk memperbaiki semua yang tampaknya salah di dunia ini ( Pengkhotbah 1:15). Pemecahannya memerlukan sesuatu yang lebih tinggi daripada hikmat, filsafat, atau gagasan manusia. Hikmat itu adalah "dari atas" (Yakubus 3:17), yaitu hikmat "yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita" (1 Korintus 2:7).

      Delete
  11. Yuliana Bani
    Titi Sasmita Siondong

    Pasal 1.
    Tentukan jenis sastranya?
    Kitab Penghkotbah merupakan salah satu dari kitab hikmat atau biasa dikenal dengan kitab kebijaksanaan. Kitab ini dikenal sebagai kitab yang memiliki keunikan dalam nasihat-nasihat yang diberikan. Karena keunikan kitab ini menjadi berbeda dengan hikmat lainnya. Tema kitab Pengkhotbah adalah kesia-siaan. (1:1,12), yang merupakan pengwujudan hikmat. Dalam kitab ini berbicara tentang jalan kehidupan yang arus dituruti adalah kehidupan yang berpusatkan pada Allah.
    Jelaskan konteks pasal yang diselidiki
    Pengajaran etikannya dalam kitab pengkhotbah ini bahwa segala sesuatu menjemukan kerena akan selalu terulang rutin dan tidak ada yang baru dibawah matahari ini, semuanya hanyalah sia-sia, jadi dalam kehidupan manusia, apa gunanya manusia berusaha dengan berjeri payah sebab semuanya adalah sia-sia (1:2-7). Memburu hikmat menegenai segala seuatu di bawah langit adalah sia-sia dan segala perbuatan yang dilakukan manusia juga sia-sia. Kerena banyak hikmat ada banyak susah hati dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesediahan (1:12-18).

    ReplyDelete
  12. Kelompok 4: 1. Hafa’ahakhododo Gulo
    2. Meiske Lating

    PENGKHOTBAH pasal 11

    Jenis Sastra
    Kitab ini termasuk ke dalam sastra Hikmat (hokmah) dan tergolong dalam lima megillot. Kitab Pengkhotbah mengandung buah kecerdikan dari ‘Sang Pemikir’. Dia merenungkan secara banyak-banyak betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan dan hal-hal yang sulit dipahami.
    Karenanya disimpulkan bahwa “hidup itu sia-sia”. Dia tidak tak dapat memahami tindakan Tuhan dalam menentukan nasib manusia. Tetapi walaupun demikian, dinasehatinya orang-orang untuk memainkan pekerjaan dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Tuhan.
    Konteks Pengkhotbah 11
    Pengkhotbah 11 merupakan anggota dari Kitab Pengkhotbah dalam Alkitab Ibrani atau Kontrak Lama di Alkitab Kristen. Secara tradisional digubah oleh raja Salomo, putra raja Daud.
    Teks:
    Naskah sumber utama: Ma
    soretik, Septuaginta, dan Gulungan Laut Mati.
    2. Pasal ini terdiri dari 10 ayat.
    3. Struktur Pengkhotbah 11
    1. Pengkhotbah 11: 1 – 8 = Pedoman-pedoman hikmat atau pedoman kebijaksanaan.
    2. Pengkhotbah 11: 9 – 10 = Nasihat untuk pemuda-pemudi.
    4. Eksegesis Pengkhotbah 11
    1 . Lempar roti Anda ke dalam air. Tidak ada penjelasan pasti tentang peribahasa ini. Secara tradisional dianggap sebagai nasihat untuk bermurah hati, yang harus dilempar (surat. Memberi) kepada orang lain, tanpa memperoleh balasan langsung, tetapi yang nantinya akan membawa imbalan/ganjaran bagi si pemberi (lih. Luk 16:9 ). Tapi, mungkin ayat itu seharusnya berbunyi, "Lempar rotimu ke dalam air (walaupun ini terdengar aneh), toh kamu bisa menemukannya lama setelah itu." Jika dibaca demikian, maka itu berarti hidup ini tidak pasti, di mana bahkan tindakan yang tampaknya tidak bijaksana dapat menghasilkan imbalan. 

    2. Bagilah pembagian menjadi tujuh.Ini adalah penekanan lain pada ketidakpastian hasil kehidupan ini, meskipun telah menggunakan kebijaksanaan. Terjemahkan, "Berikanlah bagian kepada tujuh, bahkan delapan orang (yaitu, bijaksanalah dalam berbagai investasi Anda); karena Anda tidak tahu bencana apa yang mungkin menimpa bumi."
    3 . Saat mendung dipenuhi hujan. Inilah inti dari penjelasan penulis, dan sepertinya menjadi bagian dari ayat 4-6 . Alasan untuk menentang kehati-hatian yang berlebihan, karena alam tidak dapat diprediksi dan manusia tidak dapat mengubahnya.
    4 . Yang selalu memperhatikan angin. Waktu yang ideal untuk bertindak selalu tidak pasti, tetapi orang harus bertindak di beberapa titik, jika tidak, pekerjaan tidak akan selesai. Jika seseorang khawatir tentang badai sebelum dia menabur atau menuai, mungkin tidak akan ada hasil untuk tumbuh atau dikumpulkan.
    9 . Tuhan akan membawa Anda ke pengadilan. Penulis menganjurkan kesenangan yang cerdas. Puaskan keinginan hatimu, katanya, tetapi ingatlah bahwa Tuhan memiliki syarat tertentu untuk hidup ini, dan Dia menghukum hal-hal yang berlebihan atau penyimpangan dari kehendak-Nya. Gagasan ini dilanjutkan dalam ayat 10 , melalui kata-kata," Singkirkan dukacita" dan "singkirkan dukacita."
    Beberapa pelajaran tentang menikmati hidup ( 11:9-12:8 ).
    Manfaatkan masa muda dengan sebaik-baiknya, selama kesenangan hidup masih bisa dinikmati, jangan menunggu sampai tua ketika vitalitas menghilang. Meski begitu, panduan untuk bersenang-senang harus dengan cara Tuhan, bukan pesta.
    5. kesimpulan
    Sia-siakah hidup kita? Segala sesuatu yang ada di dunia ini, yang mungkin kita bangga-banggakan, kita agungkan, dan usahakan serta pertahankan adalah sia-sia. Bukan saja rutinitas peristiwa alam membuatnya menyimpulkan kesia-siaan hidup, semua kerja, kekayaan, hikmat yang boleh manusia alami pun sia-sia saja. Apa maksud pengkhotbah sebenarnya? Pengkhotbah bukan meremehkan arti penciptaan Allah, akan tetapi ingin menghancurkan semua harapan palsu manusia pada dunia ini atau diri sendiri. Ia ingin menyadarkan kita bahwa segala sesuatu hanya akan berarti bila dalam iman kepada Allah.

    ReplyDelete
  13. Jelaskan struktur pasal yang diselidiki
    Pengkhotbah 1:1-18
    1-3 pengenalan diri penulis dan tema pokok kitab
    4-11 segala sesuatu sia-sia
    12-18 pengejaran hikmat adalah sia-sia atau dapat dikatakan juga bahwa ilmu pengetahuan yang tidak dapat menolong.
    Buatlah eksegesis ayat demi ayat?
    Ayat 1, merupakan penyampaian mengenai siapa dana apa qohelet. Qohelet dapat diartikan sebagai seorang yang memegang tugas atau jabatan tertentu yaitu mengumpulkan sesuatu. qohelet sebagai “Pengkhotbah” kalau orang itu pengkhotbah maka kumpulannya mesti jemaat. Pengkhotbah selalu berhubungan dengan jemaat dan konteks penghotbah adalah jemaatnya.
    Ayat 2, kalimat dalam ayat 2 diulangi dalam pasal 12:8. Umumnya diterima bahwa keduanya merupakan “inclusio” dan mengungkapkan tema atau moto dari kitab Pengkhotbah. Inclusion ini memperlihatkan bahwa qohelet berada dalam kerangka tema. Ayat 2 ini bukan qohelet langsung tetapi diikuti teori tafsir kritisliterer, maka frasi ini menunjuk pada narotor.
    Ayat 3, kata “bagi manusia” adalah la’adam, terdiri dari kata awalan le dan kata ha’adam yang artinya kata adam denga kata sandang ha didepannya, selalu menunjuk pada manusia. Fungsi ungkapan ini dalam kitab Pengkhotbah sama dengan kata adam dan kata ha’adam dalam penciptaan (kej.1-5). Istilah ini tidak menunjuk pada nama orang atau menunjuk sekelompok orang tertentu, melainkan manusia sebagaimana adanya, manusia dari daging dan darah, manusia universal yang dan terbatas dan yang fana.
    Ayat 4 merupakan tinjauan terhadap situasi. Kata “keturunan” dor dikontraskan dengan “bumi/tanah/negeri (haarets)” bumi tetap tinggal tetapi keturunan berganti-ganti. Manusia datang dan pergi setiap generasi memunculkan program-program pembangunan yang septakkuler, tetapi bumi ini begiti-begitu saja dan pekerjaan mengkongkritkan program-program yang membosankan.
    Ayat 5, “terengah-engah” diterjemahkan dari syo’ef, part dari sya’af, yang adapat berarti “terengah-engah”, “menginginkan sesuatu”. pengamatan terhadap gerak matahari, sang surya yang sering dipuja-puja sebagai sumber kehidupan, ternyata menghasilkan gambaran mengenai matahari yang amat berbeda.

    ReplyDelete
  14. Ayat 6 “selatan” diterjemahkan dari darum yang merupakan istilah puitis. Kitab Pengkhotbah tidak berbentuk puisi, tetapi bunyi kata-kata dalam kitab ini nampaknya sengaja untuk mendapatkan efek puitis pada pembaca atau pendengar. “utara” dalam bahasa Ibrani adalah Zafon yang merupakan nama dari sebuah gunung disebelah utara Palestina. Kohelet menggunakan “angin” (ruakh) yang berputar-putar untuk memperhatikan kegiatan sia-sia berupa lingkaran yang tidak habis-habisnya harus dilewati. Di dalam PL istilah ruakh dipergunakan baik untuk “angin” maupun untuk “roh”.
    Ayat 7 “sungai-sungai” diterjemahkan dari nahalim (nahal) bentuk yang lebih tua adalah nahar yang lebih umum dipakai dalam PL. sungai-sungai juga merupakan pekerjaan yang sia-sia, tidak bermakna dan menghabiskan semangat.
    Ayat 8 “segala-sesuatu” yang diulangi juga di ayat 2. Dipakai ungkapan kol haddebarim mengenai kol sudah dituangkan pada ayat 2 sedangkana haddebarim (dabar) mempunyai arti ganda perkara-perkara atau “hal-hal” berdasarkan konteks kitab ini. kebosanan dihubungkan dengan mata tidak kenyang melihat dan telinga tidak puas mendengar manusia harus terus menures melihat dan terus menerus mendengar tidak pernah bisa berhenti sama seperti peradaran alam.
    Ayat 9 “ Apa” mah tidak berfungsi interogatif “apakah?” kata yang terjemahkan dalam LAI (pernah ada) adalah syehayah dan (aka nada lagi) adalah syeyihyeh “ada” sebaiknya diganti dengan kata “terjadi” seperti tidak sesuatu yang khas, yang unik. Maka, “tidak ada sesuatuyang barudibawa matahari.”
    Ayat 10 dalam ayat ini Kohelet menentang para pembacanya yang bisa terjadi mewakili kalangan ortodoks di Yerusalem. Qohelet ternayat berani menempatkan tanda tanya besar dibelakang optimism dari tradisi kenabian. Ayat 9-10 qohelet mengajar pengikut-pengikutnya untuk tidak cepat mengklaim sesuatu “baru”. “sudah ada” diterjemahkan dari kebar, yang merupakan Bahasa ibrani. Kemudian dalam Bahasa ibrani packah PL kata ini berarti “sudah”.
    Ayat 11 “kenang-kenangan” zikron, dari zakar, “mengingat”. Terjemaha Baru LAI dari ayat ini agak harfiah. Manusia lekas lupa, itulah sifatnya. Betapa besarnya nama dan jasa, genarasi yang akan dating segera melupakannya.
    Ayat 12 ayat ini dipergunakan orang pertama tunggal “aku, qohelet”. Hayetah, “adalah” merupakan bentuk masa lampau.

    ReplyDelete
  15. Nama: Degrius Dale
    Maria Mayda Bunge Tana
    PENGKHOTBAH 1:1-18
    Jenis Sastra
    Kitab pengkhotbah termasuk dalam sastra hokma (hikmat) dan tergolong dalam lima megillot (gulungan-gulungan). Dalam bahasa Ibrani Qohelet, biasanya dibaca pada pesta Pondok Daun. (Blommendaal, 1996).
    Konteks pasal
    penulis ingin menjelaskan kepada bahwa manusia yang berada di dunia ini tidak maju dalam segala pekerjaannya semuanya tidak berarti apa-apa, penulis mengetahui hal ini 0dari pengalaman hidupnya. (Blommendaal, 1996). Kitab pengkhotbah adalah pemyelidikan seseorang akan hal apa yang baik bagi manusia. dalam pasal 1 dan 2 Pengkhotbah menguraikan bagaimana ia mencari apa yang baik dengan penyelidikan pribadi. Mula-mula dicarinya hikmat (1:12-18), penyelidikan dalam hikmat itu hasilnya hanya menyusahkan hati atau menjaring angin belaka (1:17). Karena selalu saja ada perkara yang tidak dapat diatasinya (1:15), karena semakin banyak hikmat dan ilmu, makin banyak pula kesedihan (1:18).
    Pandangan penulis tentang hidup didunia fana ini agak pesimis, menurut penulis hidup didunia ini kurang bermakna dan kebahagiaan duniawi hanyalah bersifat sementara. Penulis kitab Pngkhotbah lebi modern dari pada penulis PL lainnya, penulis kitab sudah memahami adanya hidup abadi di dunia Bapa, menurutnya dunia Bapa lebih berarti dari pada hidup didunia fana ini. (Purwahadiwadoyo, 2001).
    Struktur Pasal
    Ps. 1:1 alamat, menjelaskan tentang identitas penulis.
    Ps 1:2-11, menuliskan tentang semua yang di dunia ini adalah kesia-siaan saja.
    Ps. 1:12-18, penyelidikan tentang tujuan segala sesuatu yang hanya sia-sia.

    ReplyDelete
  16. Ayat 13 “hati” diterjemahkan dari leb (bentuk pangjangnya adalah lebab) hati dalam Bahasa ibrani juga mencakup pikiran. Istilah hati menghubungan dengan “perasaan” dala arti emosional.
    Ayat 14 pengamatan menyeluruh terhadap pekerjaan-pekerjaan (hamma’asim) yang telah dibuat (syena’asu) menusia memperlihatkan hasil yang negatif .
    Ayat 15 kata “bongkok” dalam terjemahan Baru LAI merupakan salah satu cetak. Diterjemahkan dari “me’uat” yang berasal dari iwet “bengkok”. Ayat 15 ini merupakan peribahasa yang dikutip oleh qohelet untuk menguatkan gambaran mengenai inyan ra.
    Ayat 16 qohelet mengaku pembesar dan menambah hikmat lebih dari pda orang-orang lain. Mengenai makna “semua orang memrintah atas Yerusalem sebelaum aku”.
    Ayat 17 we’etnah libbi (aku memberi untuk hatiku). Tetapi dalam konteks ayat ini “aku membulatkan hatiku” da’at disebut sampai tiga kali dan dengan diterjemahkan oleh TB-LAI “untuk memahami”, “pengetahuan” dan “aku menyadari”.
    Ayat 18 hikmat dan pengetahuan dipelajari sebagai obyek bersam dengan kebodohan dan kekebalan, disini hanya hikmat dan pengetahuan yang dikeluhkan. Makin banyak hikmat, makin banyak juga kesusahan (kka’as) dan makin banyak pengetahuan makin banyak pula kecemasan (mak’on).
    Buatlah kesimpulan dari pasal yang diselidiki
    Dalam perikop ini, maka penulis mengambil kesimpulan, bahwa kitab pengkhotbah pasal 1 merupakan pengungkapan perkenalan dan berbicara tentang kesia-siaan. Uang, kekayaan, jabatan, pangkat dan juga popularitas adalah perkara-perkara yang selalu dikejar oleh semua orang yang ada dimuka dibumi ini. dan sesudah memperkenalkan masalahya dalam 1:1-11, qoheleth mempergunakan pengalamannya sendiri untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun “di bawah matahari” yang mampu memberikan arti pada kehidupan. Untuk itu tema dari kitab Pengkhotbah adalah kesia-siaan. Adapaun yang dilakukan manusia dalam hidupnya adalah sia-sia, karena pada akhirnya manusia akan menghadapi kematian. Namun dalam hal ini kehidupan manusia yang positif yaitu suatau kehidupan yang taat kepada Allah yang adil, berdaulat.

    ReplyDelete
  17. Nama Kelompok : Dandi & Eben
    Mata Kuliah : Kitab Syair dan Puisi

    Jenis Sastra
    Hikmat orang Ibrani sebagai sebuah karya sastra memiliki sejumlah bentuk. Dari bentuk bentuk inilah dapat dikenali bagian-bagian mana di dalam Ayub, Amsal, Pengkhotbah dan sebagian Mazmur serta Kidung Agung, yang tergolong dalam sastra hikmat. Oleh karena itu, bentuk kesusasteraan menolong penafsir menangkap arah dan tujuan teks di dalam naskah.

    Konteks Pasal
    Salomo menulis karena kecewa dan prihatin terhadap keadaan rohani rakyatnya merosot, materialisme merajalela yang mengutamakan, pemuasan dirinya untuk meraih kebahagian dan penyembahan berhala juga semarak. Salomo yang telah hidup dengan berlimpah kesenangan dan kaya serta terhormat, menyadari bahwa semuanya hampa dan mengecewakan. Kemudian ia menulis bahwa semuanya adalah kesia-siaan belaka. Kitab ini juga memberitakan supaya manusia mencari juga hal-hal yang bernilai bahkan sampai mengandung nilai yang abadi. Implikasinya Salomo memberitakan pula kabar sukacita yang menjawab kekecewaan atas kesia-siaan jeri payah manusia di bawah matahari ini. Kitab Pengkhotbah ini seolah bernada negatif pesimis yang sia-sia belaka, namun sebenarnya mempunya makna positif. Karena tujuannya agar pembaca atau kaum muda agar tidak hidup dalam pengaharapan yang palsu dan sesat. Yang menguasai pikiran manusia pada umumnya. yang terpenting dalam hidup adalah mengabdikan diri pada Sang Pencipta untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintahnya. (Karel Sosipater, 2016)

    Struktur Pasal
    Kitab Pengkhotbah telah dianalisis dengan banyak cara, analisis yang dipilih disini mengakui adanya dua pokok penting dalam metode Pengkhotbah yakni: sifat pengulangan yang khas semit untuk memperlihatkan temanya dan penggunaan sekumpulan Amsal. (W.S Lasor dkk, 1996).
    Pengkhotbah 1:1- 3 merupakan Pembukaan dalam kitab Pengkhotbah
    Ay 1:1 merupakan judul kitab
    Ay 1:2-3 merupakn tema besar kitab Pengkhotbah
    Ay 1:4-11 Temanya diperlihatkan oleh kehidupan manusia secara umum
    Ay 1:12-18 Temanya diperlihatkan oleh Pengetahuan

    EKSEGESIS KITAB PENGKHOTBAH 1:1-18
    (Tafsiran)
    Ayat 1 merupakan penyampaian mengenai siapa dan apa Kohelet. Dari segi tafsiran kritis historis, kita bisa meraba bahwa di sini seorang murid Kohelet memberikan pengantar terhadap uraian yang akan dibawakan oleh gurunya di dalam bagian selanjutnya di pasal 1:12 dst. Di situ subjek yang berbicara adalah “aku”, bukan si murid lagi. Dari segi tafsiran kritis naratif, ayat ini merupakan pemberitahuan dari narrator mengenai Kohelet. TB-LAI menambahkan “inilah” sebelum “perkataan-perkataan Kohelet”. Maksudnya supaya pembaca lebih merasakan fungsi ayat 1 sebagai pengantar untuk ayat 2.
    Ayat 2, kalimat dalam ayat 2 diulangi dalam pasal 12:8. Umumnya diterima bahwa keduanya merupakan “inclusion” dan mengungkapkan entah tema atau moto dari Kitab Pengkhotbah. “Inclusio” ini memperlihatkan bahwa uraian Kohelet berada dalam kerangka tema atau moto ini. Baru masuk pada pengantar saja, kita sudah dibawa ke sebuah hasil perenungan yang sama sekali tidak optimistic! Tidak heran bahwa banyak Pengkhotbah masa kini yang segan mengambil nas ini sebagai dasar khotbah. Hiburan atau penguatan apa yang bisa diambil darinya kecuali segera menghubungkannya dengan iman kepada Yesus Kristus yang tidak sia-sia di PB? Tetapi justru di sinilah kita dituntut untuk belajar memahami Kohelet pada dirinya sendiri dan tidak langsung melarikan diri ke tempat-tempat lain.

    ReplyDelete
  18. Ayat 3, kata yang diterjemahkan “bagi manusia” adalah la’adam. Terdiri dari awalan le dan kata ha’adam. Kata adam dengan kata sandang ha di depannya, selalu menunjuk pada manusia. Meskipun demikian dalam PL dan kebiasaan Yahudi, andaikata kata adam muncul tanpa kata sandang, adam tetap menunjuk kepada manusia secara umum. Fungsi ungkapan ini dalam kitab Pengkhotbah sama dengan kata adam dan ha’adam di dalam Kisah Penciptaan (Kej. 1-5). Istilah ini tidak menunjuk pada nama orang ataupun sekelompok orang tertentu, melainkan manusia sebagaimana adanya, manusia dari darah dan daging, manusia universal yang rapuh, yang terbatas dan yang fana.
    Ayat 4. merupakan tinjauan terhadap terhadap situasi. Betul, asal dicatat bahwa tinjauan ini bersifat kosmik, artinya sama seperti banyak filsuf kuno baik di Barat maupun di Timur, keempat unsur-unsur alam disebut (bumi/tanah pada ayat 4, api yang diwakili oleh matahari pada ayat 5, udara/angin pada ayat 6 dan air/laut/sungai pada ayat 7). Manusia, yang di dalam Kejadian 1 disebut “gambar Allah”, di sini digolongkan bersama dalam satu napas bersama unsure-unsur alam.
    Ayat 5: “terengah-engah” diterjemahkan dari syo’ef, part dari sya’af, yang dapat berarti: 1) “terengah-engah” (jawa: ngos-ngosan), “megap-megap” (bnd. Yes. 42:1-4) atau 2) “menginginkan sesuatu” (bnd. Mzm. 119:131). Sebenarnya arti 1)dan 2) masih berkaitan. Orang bisa terengah-engah dalam rangka menginginkan sesuatu. T menerjemahkannya sebagai “meluncur” dan diikuti oleh JPS. Saya memilih arti pertama. Bayangkanlah matahari yang kembali ke tempatnya semula dengan terengah-engah, dengan susah payah (bnd. BIS-LAI, “dengan letih”) dan lamban. Pengamatan terhadap gerak matahari, Sang Surya, yang sering dipuja-puja sebagai sumber kehidupan, ternyata menghasilkan gambaran mengenai matahari yang amat berbeda. Di sini matahari sudah loyo! Kontras sekali dengan penggambaran matahari di dalam Mazmur 19:6 yang dikiaskan seperti pengantin laki-laki yang gagah perkasa.
    Ayat 6. “Selatan” diterjemahkan dari darum yang merupakan istilah puitis. Kitab pengkhotbah tidak berbentuk puisi, tetapi bunyi kata-kata dalam ayat ini nampaknya disengaja untuk mendapatkan efek puitis pada pembaca/pendengarnya. Kata yang lebih umum adalah negeb yang sekaligus adalah nama dari padang gurun di sebelah selatan Palestina. “Utara” dalam bahasa Ibrani adalah Zafon, yang merupakan nama dari sebuah gunung di sebelah utara Palestina. Kohelet menggunakan gambaran “angin (ruakh)” yang berputar-putar untuk memperlihatkan kegiatan sia-sia berupa lingkaran yang tidak habis-habisnya harus dilewati. Tetapi tidak perlu diperkirakan sebagai angin putting beliung atau semacam tornado. Di dalam PL istilah ruakh dipergunakan baik untuk “angin” maupun untuk “roh”. Perjalanan angin tidak memberi kesan kuat dan berkuasa, tetapi sia-sia.
    Ayat 7, “sungai-sungai” diterjemahkan dari nahalim (nahal). Bentuk yang lebih tua adalah nahar, yang lebih umum dipakai dalam PL. J.A.Loader mencatat bahwa bagi orang zaman dulu yang non-ilmiah, fakta bahwa laut tidak penuh-penuh meskipun semua sungai mengalir ke laut pastilah membuat mereka heran. Orang zaman dulu tidak heran. Mereka mempunyai penjelasan sendiri mengenai fakta ini, seperti akan kita lihat di bawah ini. Sama halnya dengan bumi, matahari, dan angin, pekerjaan sungai-sungai juga merupakan pekerjaan yang sia-sia, tidak bermakna dan menghabiskan semangat.

    ReplyDelete
  19. PENGKHOTBAH 4:17; 5:1-6
    NAMA KELOMPOK :
    1. LORRA LAURETTA
    2. SABU KOBAK
    3. YOHANIS TRIWIRA DJAHI DOPONG

    1. JENIS SASTRA DALAM PASAL INI
    Sebagaimana halnya dengan bebrapa kitab syair yang lain, kitab pengkhotbah berisis beberapa jenis sastra. kitab ini menggunkan alegori, peribahasa, kiasan, amsal, dan berbagai ragam lainnya. Kitab Pengkhotbah termasuk kelompok Kitab hikmat atau juga kebijaksanaan. Pengkhotbah menyelidiki serta memeriksa dengan teliti setiap aspek untuk menemukan eksistensi atau makna hidup manusia di dunia. (Andrew E. Hill & John H. Walton, 1996).
    2. KONTEKS DALAM PASAL INI
    Pada bagian ini tampaknya merupakan sebuah kumpulan peringatan-peringatan lepas mengenai berbagai topik. konteks dalam pasal ini menjelaskan mengenai penyebab frustasi nya orang-orang pada saat itu. jika dilihat dari pasal 3-4 itu merupakan berbagai frustasi yang terjadi mengenai masalah-masalah yang terjadi dan pada pasal 6-7 membahas cara pemecahan masalahan dari masalah dan penyebab frustasi. pada bagian ini ingin menjelaskan keadaan yang terjadi penyebab apa saja yang membuat terjadinya frustasi pada saat itu. (Andrew E. Hill & John H. Walton, 1996).
    3. STRUKTUR PASAL
    5:1-7 Nasihat-nasihat mengenai kewajiban religius
    5:9-17 kesia-siaan kekayaan
    5:18-19 kesimpulan – Makan, minum, dan menikmati hidup dalam
    4. EKSEGESIS
    Sang penulis menganjurkan, untuk hati-hati, serta singkat dalam doa (4:17;5:1-2), dan sigap dalam membayar nazar (5:3-6).
    4:17. Jagalah Langkahmu. Pastikan, bahwa harus mengetahui apa yang dilakukan oleh manusia saat datang ke rumah Allah.
    pada frasa Mendengar adalah lebih baik, sang penulis bukan berbicara tentang datang ke bait Allah untuk mendengarkan paparan mengenai Hukum Taurat, melainkan ia memberikan peringatan agar tidak menghampiri Allah dengan cara yang salah. Dalam Perjanjian Lama, kata Mendengar sering mempunyai pengertian “menaati.”
    Ada perbedaan antara orang-orang yang datang kepada Allah dengan ketaatan, yaitu yang didasari tingkah laku etis dan bermoral (bdg. Mzm. 119:101) dengan orang-orang bodoh, yaitu orang-orang yang beribadah dengan hati yang tidak bertobat.
    5:1. Janganlah Terburu-buru dengan mulutmu. penekanannya ialah pada kesungguhan dalam doa. Doa bertele-tele (Mat. 6:7) sebagaimana kebiasaan banyak orang, tidak akan menghasilkan sebanyak doa singkat dari orang yang tulus.
    5:2. Sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan pengarang mengutip sebuah amsal untuk mendukung gagasannya terdahulu . Sama seperti malam yang penuh mimpi terjadi karena orang mempunyai terlalu banyak kesibukan dalam pekerjaan, demikian pula percakapan-percakapan yang kosong timbul karena terlalu banyak kata-kata dalam ibadah.
    5:5. Membawa engkau ke dalam dosa. Maksudnya jangan membiarkan mulut orang menyebabkan dirinya menghadapi kesukaran di hadapan Allah.
    Utusan bukanlah malaikat penghukum yang di utus Allah, melainkan imam yang bertugas mengumpulkan atau mencatat apa yang telah dinazarkan orang (bdg. Mal. 2:7).
    5:6. Sebagaimana mimpi banyak. Amsal yang sulit ini mungkin menyinggung ayat 3. sama dengan terlalu banyak memperhatikan pekerjaan membaut orang bermimpi, demikian pula terlalu banyak kata-kata waktu ibadah, menimbulkan murka dan hukuman dari Allah.

    ReplyDelete
  20. 5:7 Pejabat-pejabat yang lebih tinggi mengawasi mereka
    ini bukan pernyataan yang kurang lebih berarti bahwa Allah mengawasi semua penguasa di bumi, lalu pada akhirnya akan menghukum mereka, melainkan merujuk pada sistem pemerintahan pada zaman itu. masing-masing pejabat mengawasi bawahannya untuk mendapatkan bagian dari barang-barang rampasan dari pajak dan suap. karena sistem ini orang semestinya tidak heran dengan penindasan dan kurangnya keadilan.
    5:8 keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau rajanya dihormati di daerah itu. Tampaknya yang paling baik adalah yang terdapat pada catatan pinggir dalam RSV, keuntungan bagi negeri ada di antara mereka semua; ladang yang ditanami mempunyai seorang raja. dengan kata lain, bukan saja semua pejabat mendapat bagian rampasan itu, melainkan semua daerah yang ditanami selalu ditarik pajak.
    5:12 kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. Yang dimaksud disini ialah kerugian akibat kemalangan (ay 13), yaitu karena spekulasi bisnis yang jelek. kesia-siaan dari kekayaan terletak pada kenyataan, bahwa manusia bisa menumpuk harta yang banyak hanya untuk kemudian hilang akibat bisnis yang sial, dengan demikian dia tidak mempunyai sesuatu untuk diwariskan kepada keturunannya.
    5:19 Allah membiarkan dia sibuk dengan kesenangan hatinya.
    Terjemahan ini sama dengan terjemahan RSV, dan lebih baik dari bunyi AV, God answereth him in the joy of his heart. tidak banyak kenikmatan dalam hidup ini, tetapi yang ada hendaknya dicari untuk kesenangan yang dapat diberikannya. ini kemudian akan membuat hidup berjalan menyenangkan, sebab Allah akan membiarkan orang disibukkan (asyik) dengan hal tersebut, dan melupakan kesulitan hidup. (The WYCLIFFE Bible Commentary, 2005)
    5. KESIMPULAN
    Pengkhotbah menegaskan kepada bangsa Israel bahwa dalam melakukan segala sesuatu harus didasarkan pada Takut Akan Allah. yang dimaksud dengan Takut akan Allah adalah bagaimana menaati semua perintah Allah, dan melakukan apa yang Allah inginkan. Jika bangsa Israel melakukan Segala sesuatu baik itu pekerjaan, memberikan korban persembahan, datang dan berdoa dan pergi ke bait Allah, tanpa di sertai takut akan Allah, berserah penuh kepada Allah maka semua itu Sia-sia. dalam pasal ini menegaskan kefrustasian yang terjadi akibat diri yang mementingkan kehidupan pribadi atau kepentingan pribadi membuat sadar bahwa landasan utama adalah takut akan Allah. banyak hal yang ingin didapatkan atau inginkan tapi jika semua itu diluar takut akan Allah maka akan sia-sia untuk kita miliki atau dapatkan.

    ReplyDelete
  21. Ayat 8, “segala sesuatu” di sini lain dari “segala sesuatu” di ayat 2. Di sini dipakai ungkapan kol haddebarim, mengenai kol sudah dituangkan pada ayat 2. Haddebarim (dabar) mempunyai arti ganda , yaitu 1) kata-kata, dan 2) perkara-perkara, “hal-hal”. berdasarkan konteks perikop, saya memilih yang kedua. “menjemukan” diterjemahkan dari yaga, yang juga bisa berarti melelahkan, membosankan. Kata ini selalu berhubungan dengan pekerjaan atau aktivitas.
    Ayat 9. “Apa (mah)” tidak berfungsi interogatif “apakah?”. Kata yang diterjemahkan oleh TB-LAI “pernah ada” adalah syehayah dan “akan ada lagi” adalah syeyihyeh. “Ada” sebaiknya diganti dengan “terjadi” seperti di BIS-LAI. Maksudnya jelas: tidak ada sesuatu yang khas, yang unik. Semuanya sama, itu-itu juga, membosankan. Maka ayat 9 ditutup dengan kesimpulan yang termashyur: “tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari”.
    Ayat 10. Dalam ayat ini Kohelet menantang para pembacanya, yang bisa jadi mewakili kalangan ortodoks di Yerusalem. Yesy, “ada”, dari akar kata yasyah yang tidak pernah dipakai. Kaya “baru (hadasy)” sering dipakai dalam tradisi kenabian. Kohelet ternyata berani menempatkan tanda tanya besar di belakang optimisme dari tradisi kenabian. Di samping itu dari tekanan pada tidak adanya sesuatu yang baru, kita juga sudah mulai meraba-raba bahwa yang penting bagi Kohelet bukan masa depan tetapi masa kini. Dengan merenungkan ayat 9-10 Kohelet mengajar pengikut-pengikutnya untuk tidak lekas-lekas mengklaim sesuatu sebagai “baru”. Barangkali ia tidak secara khusus mau membantah tradisi kenabian. Mungkin ia hanya ingin membuat keseimbangan dalam hal optimisme mengenai masa depan, yang kerap kali cenderung menjadi berlebih-lebihan sehingga melupakan bahwa manusia adalah rapuh dan fana.
    Ayat 11. “Kenang-kenangan (zikron, dari zakar, “mengingat”)”. Terjemahan TB-LAI dari ayat ini agak harfiah. BIS berusaha mencari maknanya dengan lebih baik. Orang yang hidup pada masa kini tidak mengingat masa lampau (risyonim). Masa depannya (aharonim) tidak akan diingat oleh keturunan sesudah masa depan itu. Manusia lekas lupa. Itulah sifatnya! Betapapun besarnya nama dan jasa, generasi yang akan datang segera melupakannya. Dalam tafsiran selanjutnya kita kan melihat bahwa justru kubur menjadi simbol yang menunjukkan akhir dari segala-galanya bagi Kohelet dan bukan simbol keabadian seperti yang suka dibayangkan orang.
    Ayat 12. Dalam ayat ini dipergunakan orang pertama tunggal “Aku, Kohelet”. Hayetah, “adalah” merupakan bentuk masa lampau. Mestinya harfiah diterjemahkan sebagai “tadinya”. Seperti juga dengan hayetah di Kejadian 1:2 yang diterjemahkan oleh TB-LAI, “bumi belum berbentuk dan kosong”. Seharusnya “bumi tadinya kosong”.
    Ayat 13. “Hati” diterjemahkan dari leb (bentuk panjangnya adalah lebab). Hati dalam bahasa Ibrani mencakup juga pikiran. Jadi berbeda dengan orang Jawa masa kini, yang kalau mendengar istilah “hati”, langsung menghubungkannya dengan perasaan. Padahal dalam kesustraan Jawa kuno, hati berhubungan dengan rasio, yang tidak sama dengan “perasaan” dalam arti emosional. Tetapi di pihak lain saya juga waspada jangan sampai leb diterjemahkan tidak sesuai dengan arti sesungguhnya. Itu sudah berarti menyangkal adanya hati dalam antropologi Ibrani. Terjemahan-terjemahan modern berbahasa Inggris yang biasanya menerjemakan leb dengan “mind”. Padanan dari leb adalah kata-kata darasy, “memeriksa” dan tur “menyelidiki”. Enot, “sibuk/berlelah” hanya terdapat dalam kitab Pengkhotbah .

    ReplyDelete
  22. Ayat 14. Pengamatan menyeluruh terhadap pekerjaan-pekerjaan (hamma’asim) yang telah dibuat (syena’asu) manusia memperlihatkan hasil yang negative. Bukan hanya sia-sia saja, malah masih ditambah lagi dengan ungkapan yang kemudian sering-sering muncul, re’ut ruakh, “seperti mengejar angin” (TB-LAI, “usaha menjaring angin”).
    Ayat 15. Kata “bongkok” dalam TB-LAI merupakan salah cetak. Mestinya “bengkok”. Yang bongkok sudah jelas bengkok, tetapi yang bengkok belum tentu bengkok. Diterjemahkan dari me’uat yang berasal dari iwet, “bengkok”. Ada kemungkinan ayat 15 ini merupakan sebuah peribahasa yang dikutip oleh Kohelet untuk menguatkan gambaran mengenai inyan ra. Tetapi saya kira di sini Kohelet Kohelet mulai mengemukakan sebuah pernyataan yang kemudian berkembang menjadi sebuah pernyataan teologis di dalam pasal 7:13. Biar bagaimanapun manusia berusaha, keadaan menyeluruh tidak berubah. Apa yang bengkok tetap bengkok, tidak bisa diluruskan atau ditetapkan ; apa yang tidak ada, tidak bisa diada-adakan supaya bisa dihitung.
    Ayat 16. Kohelet mengaku memperbesar dan menambah hikmat lebih daripada orang-orang lain. Mengenai makna “semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku” lihat keterangan di dalam pendahuluan. Bentuk dialog antara seseorang dengan hatinya atau dirinya sendiri merupakan bentuk yang biasa dalam setiap sastra kuno.
    Ayat 17. Wa’etnah libbi (aku memberi untuk hatiku). Tetapi dalam konteks ayat ini sebaiknya “aku membulatkan hatiku”. Da’at disebut sampai 3 kali dan dengan jitu diterjemahkan oleh TB-LAI, “untuk memahami”, “pengetahuan” dan “aku menyadari”. Di dalam ayat 16 tadi dikemukakan bahwa Kohelet telah mengumpulkan banyak hikmat dan pengetahuan. Khokma, “hikmat” dan da’ot, “pengetahuan” berkaitan satu sama lain. Di dalam bagian PL yang lain mungkin saja antara keduanya dipertentangkan, namun dalam Kitab Pengkhotbah tidak ada hal itu. Di dalam ayat ini hikmat dan pengetahuan yang telah dikumpulkan itu akan dipelajari, anehnya, bersama “kebodohan” dan “kebebalan”. Dalam ayat ini muncul variasi dari re’ut yaitu re’iyan. Artinya sama saja “mengejar”.
    Ayat 18. Meskipun hikamt dan pengetahuan dipelajari sebagai objek bersama dengan kebodohan dan kekebalan, di sini hanya hikmat dan pengetahuan yang dikeluhkan. Makin banyak hikmat, makin banyak juga kesusahan (kka’as) dan makin banyak pengetahuan makin banyak pula kecemasan (mak’on) . Kohelet mau mengemukakan ironi. Orang bodoh dan bebal sebenarnya hidup enak. Mereka tidak perlu berpikir banyak. Banyak belajar merupakan kegiatan yang berdampak luas. Mungkin karena itu pada akhir kitab Pengkhotbah (12:12) ada peringatan dari editor mengeai orang yang belajar.
    KESIMPULAN
    Pengkhotbah mengajak pembaca untuk menikmati hidup dengan bertanggung jawab. Pengkhitbah tidak menganjurkan hidup yang bebas sebebas-bebasnya. Pengkhotbah mengajak pembaca untuk kembali kepada Allah. Takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintahnya. Dengan demikian, ungkapan “banyak belajar melelahkan badan” tidak dimaksudkan untuk dipakai sebagai pembenaran terhadap sifat malas. Sebaliknya, ungkapan tersebut dapat diartikan sebagai teguran bagi orang-orang yang merasa diri bijak (karena sudah banyak belajar). Mereka kadang lebih percaya kepada akal budi dan kepandaiannya daripada kepada Allah.
    Kesia-siaan yang dimaksudkan oleh Pengkotbah adalah setiap pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus tanpa ada manfaatnya bagi manusia. Kesia-siaan juga adalah ketika manusia menjadikan hikmat dan pengetahuannya sebagai hal yang patut untuk disombongkan, lalu melupakan Tuhan sang pemberi hikmat dan pengetahuan itu.

    ReplyDelete
  23. Eksegese (Malini, kajian hermenetik tentang kesia-siaan menurut Pengkhotbah 1:1-18)
    Ayat 1 merupakan penyampaian mengenai siapa dan apa Kohelet. Dari segi tafsirankritis historis, kita bisa meraba bahwa di sini seorang murid Kohelet memberikanpengantar terhadap uraian yang akan dibawakan oleh gurunya di dalam bagianselanjutnya di pasal 1:12 dst. Di situ subjek yang berbicara adalah “aku”, bukan si muridlagi. Dari segi tafsiran kritis naratif, ayat ini merupakan pemberitahuan dari narratormengenai Kohelet. TB-LAI menambahkan “inilah” sebelum “perkataan-perkataan Kohelet”.Maksudnya supaya pembaca lebih merasakan fungsi ayat 1 sebagai pengantar untuk ayat2. Apa artinya Kohelet? Bentuk qohelet adalah fem.part. dari qahal, “berkumpul”,“perkumpulan”. Bentuk fem.part. soferet di dalam Ezra 2:55 menunjukkan orang yangmenjalankan tugas tertentu. Asal katanya adalah safar, “menghitung”. Jadi soferetmenunjukkan orang yang bertugas menghitung. Di dalam Ezra 2:57 dan Nehemia 7:59disebut lagi mengenai pakheret hatsebayim, “penjerat rusa”. Dalam tafsiran selanjutnyakita akan melihat alasan-alasannya. Jika Ezra 2:55 kita pakai sebagai pedoman, makaKohelet dapat diartikan sebagai seseorang yang memegang tugas atau jabatan tertentu,yaitu mengumpulkan sesuatu. Kohelet bisa diterjemahkan sebagai “si pengumpul”.Pengumpul apa? Pasal 12:9 memberi kesan pengumpulan peribahasa dan berdasarkan halitu JPS terbuka pada kemungkinan bahwa Kohelet adalah pengumpul peribahasa. Tetapi,Kitab Pengkhotbah bukan merupakan koleksi peribahasa, meskipun dalam uraiannya diamerujuk ke banyak peribahasa. Hal ini lebih tepat untuk Kitab Amsal. Sebaiknya kita tetapmenghubungkan jabatan tertentu ini dengan qahal. Kohelet, adalah pengumpul manusia,dalam arti coordinator sebuah perkumpulan. Tetapi, perkumpulan atau qahal seperti apa?Tentu pertanyaan ini aneh bagi orang yang menerjemahkan qohelet sebagai“Pengkhotbah”. Kalau orangnya adalah Pengkhotbah, maka perkumpulan itu mestinyasebuah jemaat. Marthin Luther menerjemahkannya demikian, “der prediger”, begitupunTB-LAI dan banyak terjemahan lain. Tetapi masalahnya adalah: 1) Qahal tidak bisa berarti“berkhotbah” dan 2) qahal tidak mesti berarti “jemaat”. Maknanya tergantung padakonteks ayat di mana kata itu berada. Di bagian-bagian PL yang lain, qahal berarti “jemaat”2 Pdt. Emanuel G. Singgih, Hidup di Bawah Bayang-bayang Maut (Jakarta:Gunung Mulia, 2001) halaman 1.

    ReplyDelete
  24. tetapi menurut saya, di dalam kitab Pengkhotbah kata itu berarti “perkumpulan (secular)”.Ketika PL diterjemahkan ke bahasa Yunani, qahal berarti ekklesiastes. Di dalam bahasaYunani klasik, ekklesia hanya berarti sebuah perkumpulan biasa. Dengan sendirinyakecenderungan itu mempengaruhi juga penerjemaah qohelet sebagai “Pengkhotbah”seperti di atas, Pengkhotbah selalu berhubungan dengan jemaat dan konteks Pengkhotbahadalah jemaatnya. Ayat 2, kalimat dalam ayat 2 diulangi dalam pasal 12:8. Umumnya diterima bahwakeduanya merupakan “inclusion” dan mengungkapkan entah tema atau moto dari KitabPengkhotbah. “Inclusio” ini memperlihatkan bahwa uraian Kohelet berada dalam kerangkatema atau moto ini. Baru masuk pada pengantar saja, kita sudah dibawa ke sebuah hasilperenungan yang sama sekali tidak optimistic! Tidak heran bahwa banyak Pengkhotbahmasa kini yang segan mengambil nas ini sebagai dasar khotbah. Hiburan atau penguatanapa yang bisa diambil darinya kecuali segera menghubungkannya dengan iman kepadaYesus Kristus yang tidak sia-sia di PB? Tetapi justru di sinilah kita dituntut untuk belajarmemahami Kohelet pada dirinya sendiri dan tidak langsung melarikan diri ke tempat-tempat lain. Yang mengucapkan kata-kata di dalam ayat 2 ini bukan Kohelet secara langsung.Dari segi tafsir kritis-historis, frasa amar kohelet menunjukkan bahwa di sini ada editoryang mungkin merupakan murid Kohelet. Tetapi kalau kita mengikuti teori tafsir kritis-literer, maka frasa ini menunjuk pada narrator. Kalau begitu baik pasal 1:1 maupun 1:2adalah kata-kata narrator. Bedanya adalah pada ayat 1 narator belum membiarkan Koheletberbicara, sedangkan di ayat 2 Kohelet dibiarkannya berbicara. Dua orang penafsir modern memberi makna yang sedikit lain. Fax menganggaphebel dan ungkapan-ungkapan yang berisi kata ini sebanyak 37-38 kali di dalam KitabPengkhotbah, mau menekankan bahwa hidup ini sebagai sesuatu yang absurd, dalam artiada jurang yang besar antara apa yang diharapkan dan apa yang dialami manusia. Kegiatanyang absurd adalah usaha yang terus-menerus diulangi tetapi tidak rampung-rampungseperti pekerjaan Sysyphus dalam mitologi Yunani, yang setiap kali mendorong batu kepuncak gunung, harus mengalami bahwa setelah hampir sampai ke puncak, batu itumeluncur ke bawah dan harus di dorong lagi ke atas dan demikian seterusnya. Jurangbesar ini tidak dianggap netral tetapi disoroti sebagai sesuatu yang tidak bermakna dankarena itu tidak adil. Fax mengakui bahwa makna absurd seperti ini dipahami oleh AlbertCamus dalam Le Mythe de Sysyphe. Meskipun demikian, makna seperti ini sudah ada jugadi dalam kitab Pengkhotbah dan bahkan sebelum Kitab Pengkhotbah di dunia Asia BaratDaya Kuno. Roland Murphy merasa bahwa Kohelet mau menggambarkan sesuatu yangtidak dapat dikuasai atau dibatasi sepenuhnya. Maka hebel bisa diterjemahkan absurd,

    ReplyDelete
  25. namun dalam arti incomprehensiveness. Padahal Fax sudah mengkritik arti seperti itusebagai menutup-nutupi pemahaman hebel sebagai sesuatu yang negative. “segala sesuatu”. Di dalam bahasa Ibrani istilah hakkol (kol, semua, dengan sandangha) menunjuk pada keseluruhan, segala sesuatu sia-sia, tidak berguna, tidak bermakna.Termasuk semua pengalaman manusia. Semua? Juga pengalaman ini kita dalam bergauldan bersekutu dengan Tuhan? Apakah di sini termasuk pengalaman religius? Apakah didalam “segala sesuatu” termasuk Tuhan dan hal bertuhan juga? Memang sulitmenjawabnya. Tuhan ada di dalam kitab Pengkhotbah. Ha’elohim (Allah) muncul 26 kali,tanpa kata sandang 7 kali. Pemunculannya sering didampingi oleh kata kerja aktif. Dengandemikian, kita dapat meraba-raba teologi di dalam kitab Pengkhotbah. Tetapi di pihak lain,Kohelet tidak ragu-ragu untuk menaruh tanda tanya besar di belakang setiap rumus-rumusyang telah dikristalkan dari pengalaman manusia, termasuk rumus-rumus religius yangbegitu dihargai umum.Ayat 3, kata yang diterjemahkan “bagi manusia” adalah la’adam. Terdiri dariawalan le dan kata ha’adam. Kata adam dengan kata sandang ha di depannya, selalumenunjuk pada manusia. Meskipun demikian dalam PL dan kebiasaan Yahudi, andaikatakata adam muncul tanpa kata sandang, adam tetap menunjuk kepada manusia secaraumum. Fungsi ungkapan ini dalam kitab Pengkhotbah sama dengan kata adam danha’adam di dalam Kisah Penciptaan (Kej. 1-5). Istilah ini tidak menunjuk pada nama orangataupun sekelompok orang tertentu, melainkan manusia sebagaimana adanya, manusiadari darah dan daging, manusia universal yang rapuh, yang terbatas dan yang fana. “Berusaha” dan “hasil jerih payah” berasal dari satu akar kata yang sama, yaituamal. Hanya pada yang kedua bentuknya adalah syeya’amol. Pemakaian awal syemerupakan tanda pengaruh bahasa Aram. Biasanya dipakai kata asyer. “yang”. Dalambahasa Ibrani pasca PL, asyer seluruhnya sudah digantikan oleh sye. Dalam kitabPengkhotbah, kedua bentuk ini masih dipakai secara bergantian. Asyer sebayak 84 kalisedangkan sye sebanyak 62 kali. Harafiah syeya’amol berarti “yang diusahakannya” ataudengan kata lain “hasil usaha” (bnd. Mzm. 105:44) atau “hasil jerih payah”.“Di bawah matahari” merupakan gaya bahasa yang tidak asing di dunia Semit.Meskipun demikian, harus diakui bahwa hanya di dalam Kitab Pengkhotbah kitamenjumpainya (sekitar 30 kali). Oleh karena itu, kita tidak boleh menutup kemungkinanbahwa penulis menggunakannya di bawah pengaruh bahasa Yunani pada waktu itu.sebagai seorang intelektual di Yerusalem pada abad 3 sM, mestinya Kohelet terbiasadengan ungkapan-ungkapan Yunani. Sama halnya di negeri kita. Orang-orang terpelajaratau sok terperlajar sering menggunakan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris ataubahasa Indonesia yang “diinggris-inggriskan”.

    ReplyDelete
  26. Ayat 4. Menurut Kidner, ayat-yat 4-11 merupakan tinjauan terhadap terhadapsituasi. Betul, asal dicatat bahwa tinjauan ini bersifat kosmik, artinya sama seperti banyakfilsuf kuno baik di Barat maupun di Timur, keempat unsur-unsur alam disebut(bumi/tanah pada ayat 4, api yang diwakili oleh matahari pada ayat 5, udara/angin padaayat 6 dan air/laut/sungai pada ayat 7). Manusia, yang di dalam Kejadian 1 disebut“gambar Allah”, di sini digolongkan bersama dalam satu napas bersama unsure-unsuralam. “keturunan (dor)” dikontraskan dengan “bumi/tanah/negeri (haarets)”. Bumi tetaptinggal sama (amod) dan tetap (le’olam dari olam, “waktu”), tetapi keturunan berganti-ganti. Tetapi berlainan dengan apa yang kit abaca di dalam Yesaya 40-55, yang melihatkekonstanan atau kemantapan alam ciptaan secara positif sebagai sumber harapan bagimanusia, sehingga bisa mengharapkan keselamatan dari Allah yang adalah Pencipta, di sinikekonstanan ciptaan itu dianggap negative. Manusia datang dan pergi, setiap generasimemunculkan program-program pembangunan yang spektakuler, tetapi bumi ini tetapbegitu-begitu saja, tidak berubah dan tidak menjadi lebih baik. Ternyata program-programini sia-sia saja dan pekerjaan mengkonkretkan program-program ini merupakan hal yangmembosankan. Ayat 5: “terengah-engah” diterjemahkan dari syo’ef, part dari sya’af, yang dapatberarti: 1) “terengah-engah” (jawa: ngos-ngosan), “megap-megap” (bnd. Yes. 42:1-4) atau2) “menginginkan sesuatu” (bnd. Mzm. 119:131). Sebenarnya arti 1)dan 2) masihberkaitan. Orang bisa terengah-engah dalam rangka menginginkan sesuatu. Tmenerjemahkannya sebagai “meluncur” dan diikuti oleh JPS. Saya memilih arti pertama.Bayangkanlah matahari yang kembali ke tempatnya semula dengan terengah-engah,dengan susah payah (bnd. BIS-LAI, “dengan letih”) dan lamban. Pengamatan terhadapgerak matahari, Sang Surya, yang sering dipuja-puja sebagai sumber kehidupan, ternyatamenghasilkan gambaran mengenai matahari yang amat berbeda. Di sini matahari sudahloyo! Kontras sekali dengan penggambaran matahari di dalam Mazmur 19:6 yangdikiaskan seperti pengantin laki-laki yang gagah perkasa. Ayat 6. “Selatan” diterjemahkan dari darum yang merupakan istilah puitis. Kitabpengkhotbah tidak berbentuk puisi, tetapi bunyi kata-kata dalam ayat ini nampaknyadisengaja untuk mendapatkan efek puitis pada pembaca/pendengarnya. Kata yang lebihumum adalah negeb yang sekaligus adalah nama dari padang gurun di sebelah selatanPalestina. “Utara” dalam bahasa Ibrani adalah Zafon, yang merupakan nama dari sebuahgunung di sebelah utara Palestina.Kohelet menggunakan gambaran “angin (ruakh)” yang berputar-putar untukmemperlihatkan kegiatan sia-sia berupa lingkaran yang tidak habis-habisnya harus
    dilewati.

    ReplyDelete
  27. Tetapi tidak perlu diperkirakan sebagai angin putting beliung atau semacamtornado. Di dalam PL istilah ruakh dipergunakan baik untuk “angin” maupun untuk “roh”.Perjalanan angin tidak memberi kesan kuat dan berkuasa, tetapi sia-sia. Ayat 7, “sungai-sungai” diterjemahkan dari nahalim (nahal). Bentuk yang lebih tuaadalah nahar, yang lebih umum dipakai dalam PL. J.A.Loader mencatat bahwa bagi orangzaman dulu yang non-ilmiah, fakta bahwa laut tidak penuh-penuh meskipun semua sungaimengalir ke laut pastilah membuat mereka heran. Orang zaman dulu tidak heran. Merekamempunyai penjelasan sendiri mengenai fakta ini, seperti akan kita lihat di bawah ini.Sama halnya dengan bumi, matahari, dan angin, pekerjaan sungai-sungai juga merupakanpekerjaan yang sia-sia, tidak bermakna dan menghabiskan semangat. Ayat 8, “segala sesuatu” di sini lain dari “segala sesuatu” di ayat 2. Di sini dipakaiungkapan kol haddebarim, mengenai kol sudah dituangkan pada ayat 2. Haddebarim(dabar) mempunyai arti ganda , yaitu 1) kata-kata, dan 2) perkara-perkara, “hal-hal”.berdasarkan konteks perikop, saya memilih yang kedua. “menjemukan” diterjemahkandari yaga, yang juga bisa berarti melelahkan, membosankan. Kata ini selalu berhubungandengan pekerjaan atau aktivitas. Kebosanan ini demikian dalam, demikian eksistensial, sehingga tidak terkatakanoleh manusia. Sebetulnya aneh bahwa kebosanan dihubungkan dengan mata yang tidakkenyang melihat dan telingan yang tidak puas mendengar. Bukankah kita bosan justrukarena sudah kenyang dan sudah puas? Di sinilah letak ironinya menurut Kohelet. Manusiaharus terus-menerus melihat dan terus-menerus mendengar, tidak pernah bisa berhenti,sama seperti peredaran alam. Justru itulah yang membosankan, yaitu kenyataan bahwamanusia tidak pernah bisa puas. Ayat 9. “Apa (mah)” tidak berfungsi interogatif “apakah?”. Kata yang diterjemahkanoleh TB-LAI “pernah ada” adalah syehayah dan “akan ada lagi” adalah syeyihyeh. “Ada”sebaiknya diganti dengan “terjadi” seperti di BIS-LAI. Maksudnya jelas: tidak ada sesuatuyang khas, yang unik. Semuanya sama, itu-itu juga, membosankan. Maka ayat 9 ditutupdengan kesimpulan yang termashyur: “tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari”.Ayat 10. Dalam ayat ini Kohelet menantang para pembacanya, yang bisa jadimewakili kalangan ortodoks di Yerusalem. Yesy, “ada”, dari akar kata yasyah yang tidakpernah dipakai. Kaya “baru (hadasy)” sering dipakai dalam tradisi kenabian. Koheletternyata berani menempatkan tanda tanya besar di belakang optimisme dari tradisikenabian. Di samping itu dari tekanan pada tidak adanya sesuatu yang baru, kita jugasudah mulai meraba-raba bahwa yang penting bagi Kohelet bukan masa depan tetapi masakini. Dengan merenungkan ayat 9-10 Kohelet mengajar pengikut-pengikutnya untuk tidaklekas-lekas mengklaim sesuatu sebagai “baru”. Barangkali ia tidak secara khusus mau
    membantah tradisi kenabian.

    ReplyDelete
  28. Mungkin ia hanya ingin membuat keseimbangan dalam haloptimisme mengenai masa depan, yang kerap kali cenderung menjadi berlebih-lebihansehingga melupakan bahwa manusia adalah rapuh dan fana. “Sudah ada” diterjemahkan dari kebar, yang merupakan bahasa Ibrani kemudian.Dalam bahasa Ibrani pasca PL kata ini berarti “sudah”. “Dulu” diterjemahkan darile’alamim, bisa diartikan “dari waktu sebelumnya”, “sejak dulu”. Segala sesuatu yangdiperkirakan baru, ternyata sudah ada dan sudah terjadi sejak sebelum kita lahir. Menarikbahwa di sini dipakai akhiran yang menunjukkan pada “kita”. Pembaca diajak ikut untukmasuk ke dalam perenungan Kohelet. Ayat 11. “Kenang-kenangan (zikron, dari zakar, “mengingat”)”. Terjemahan TB-LAIdari ayat ini agak harfiah. BIS berusaha mencari maknanya dengan lebih baik. Orang yanghidup pada masa kini tidak mengingat masa lampau (risyonim). Masa depannya(aharonim) tidak akan diingat oleh keturunan sesudah masa depan itu. Manusia lekas lupa.Itulah sifatnya! Betapapun besarnya nama dan jasa, generasi yang akan datang segeramelupakannya. Dalam tafsiran selanjutnya kita kan melihat bahwa justru kubur menjadisimbol yang menunjukkan akhir dari segala-galanya bagi Kohelet dan bukan simbolkeabadian seperti yang suka dibayangkan orang. Ayat 12. Dalam ayat ini dipergunakan orang pertama tunggal “Aku, Kohelet”.Hayetah, “adalah” merupakan bentuk masa lampau. Mestinya harfiah diterjemahkansebagai “tadinya”. Seperti juga dengan hayetah di Kejadian 1:2 yang diterjemahkan olehTB-LAI, “bumi belum berbentuk dan kosong”. Seharusnya “bumi tadinya kosong”. Ayat 13. “Hati” diterjemahkan dari leb (bentuk panjangnya adalah lebab). Hatidalam bahasa Ibrani mencakup juga pikiran. Jadi berbeda dengan orang Jawa masa kini,yang kalau mendengar istilah “hati”, langsung menghubungkannya dengan perasaan.Padahal dalam kesustraan Jawa kuno, hati berhubungan dengan rasio, yang tidak samadengan “perasaan” dalam arti emosional. Tetapi di pihak lain saya juga waspada jangansampai leb diterjemahkan tidak sesuai dengan arti sesungguhnya. Itu sudah berartimenyangkal adanya hati dalam antropologi Ibrani. Terjemahan-terjemahan modernberbahasa Inggris yang biasanya menerjemakan leb dengan “mind”. Padanan dari lebadalah kata-kata darasy, “memeriksa” dan tur “menyelidiki”. Enot, “sibuk/berlelah” hanyaterdapat dalam kitab Pengkhotbah .Ayat 14. Pengamatan menyeluruh terhadap pekerjaan-pekerjaan (hamma’asim)yang telah dibuat (syena’asu) manusia memperlihatkan hasil yang negative. Bukan hanyasia-sia saja, malah masih ditambah lagi dengan ungkapan yang kemudian sering-seringmuncul, re’ut ruakh, “seperti mengejar angin” (TB-LAI, “usaha menjaring angin”).

    ReplyDelete
  29. Ayat 15. Kata “bongkok” dalam TB-LAI merupakan salah cetak. Mestinya“bengkok”. Yang bongkok sudah jelas bengkok, tetapi yang bengkok belum tentu bengkok.Diterjemahkan dari me’uat yang berasal dari iwet, “bengkok”. Ada kemungkinan ayat 15 inimerupakan sebuah peribahasa yang dikutip oleh Kohelet untuk menguatkan gambaranmengenai inyan ra. Tetapi saya kira di sini Kohelet Kohelet mulai mengemukakan sebuahpernyataan yang kemudian berkembang menjadi sebuah pernyataan teologis di dalampasal 7:13. Biar bagaimanapun manusia berusaha, keadaan menyeluruh tidak berubah. Apayang bengkok tetap bengkok, tidak bisa diluruskan atau ditetapkan ; apa yang tidak ada,tidak bisa diada-adakan supaya bisa dihitung.Ayar 16. Kohelet mengaku memperbesar dan menambah hikmat lebih daripadaorang-orang lain. Mengenai makna “semua orang yang memerintah atas Yerusalemsebelum aku” lihat keterangan di dalam pendahuluan. Bentuk dialog antara seseorangdengan hatinya atau dirinya sendiri merupakan bentuk yang biasa dalam setiap sastrakuno. Ayat 17. Wa’etnah libbi (aku memberi untuk hatiku). Tetapi dalam konteks ayat inisebaiknya “aku membulatkan hatiku”. Da’at disebut sampai 3 kali dan dengan jituditerjemahkan oleh TB-LAI, “untuk memahami”, “pengetahuan” dan “aku menyadari”. Didalam ayat 16 tadi dikemukakan bahwa Kohelet telah mengumpulkan banyak hikmat danpengetahuan. Khokma, “hikmat” dan da’ot, “pengetahuan” berkaitan satu sama lain. Didalam bagian PL yang lain mungkin saja antara keduanya dipertentangkan, namun dalamKitab Pengkhotbah tidak ada hal itu. Di dalam ayat ini hikmat dan pengetahuan yang telahdikumpulkan itu akan dipelajari, anehnya, bersama “kebodohan” dan “kebebalan”. Dalamayat ini muncul variasi dari re’ut yaitu re’iyan. Artinya sama saja “mengejar”.Ayat 18. Meskipun hikamt dan pengetahuan dipelajari sebagai objek bersamadengan kebodohan dan kekebalan, di sini hanya hikmat dan pengetahuan yang dikeluhkan.Makin banyak hikmat, makin banyak juga kesusahan (kka’as) dan makin banyakpengetahuan makin banyak pula kecemasan (mak’on) . Kohelet mau mengemukakan ironi.Orang bodoh dan bebal sebenarnya hidup enak. Mereka tidak perlu berpikir banyak.Banyak belajar merupakan kegiatan yang berdampak luas. Mungkin karena itu pada akhirkitab Pengkhotbah (12:12) ada peringatan dari editor mengeai orang yang belajar.3
    Kesimpulan
    Dalam Kitab Pengkhotbah 1:1-18 menjelaskan kepada pembaca dan pendengar bahwa segala sesuatu didalam dunia ini adalah sebuah kesia-siaan belaka jika tidak menempatkan Tuhan sebagai yang utama didalamnya. Penulis kitab Pengkhotbah juga menekankan sesuatu yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi selain hidup bersama Bapa. Semua yang ada dalam dunia ini berasal dari Tuhan dan terkandung maksud Tuhan dalam masing-masingnya, hanya bila ada kesadaran hidup yang dapat menjadikan hidup lebih bermakna.
    Penulis ingin menjelaskan bahwa apa yang di anggap penting bagi manusia ternyata hanya sebuah kesia-siaan.

    ReplyDelete
  30. Nama anggota kelompok:
    • Masan Balingga
    • Margareta silvia
    • Paternus


    1 Tentukan jenis sastranya
    2 Jelaskan konteks pasal yang diselidiki
    3 Jelaskan struktur pasal yang diselidiki
    4 Buatlah ekssegese ayat demi ayat
    5 Kesimpulan dari pasal yang diselidiki
    Pengkhotbah 6:1-12
    Kitab Pengkhotbah ini tergolong dalam salah satu kitab Syair dalam Perjanjian Lama. Jenis sastra kitab pengkhotbah ini tergolong dalam sastra narasi, karena menurut Pengkhotbah segala sesuatu adalah sia-sia atau kekosongan, usaha terus meneurus yang dilakukan manusia pun tidak memberikan hasil yang lestari. Kehidupan manusia yang rawan yang lemah ditertawakan oleh sifat alam yang berputar dan yang secara terus-menerus berulang. Pada dasarnya kitab Pengkhotbah meberitahukan kepada pembaca mengenai keadaan dunia dan kompleksnya dan manusia hidup dalam dunia, sehingga pengekhotbah pun mengetakan bahwa manusia ialah fana.
    Konteks pasal yang diselidiki adalah kekayaan yang tidak dapat dinikmati olehb ketetapan takdir dan di dunia terasa hidup ini seperti sia-sia kalau tidak bersandar kepada Allah.
    Struktur kitab Pengkhotbah 6: 1-12 adalah sebagai berikut:
    1 Oleh kekayaan yang tidak dapat dinikmati (Pkh 6:1-9)
    2 Oleh ketetapan takdir (Pkh 6:10-12)

    Eksegese Pengkhotbah 6: 1-12
    Ayat 1-2, seseorang mungkin memiliki segala sesuatu yang diperlukan untuk menikmati hidup ini, tetapi masih tidak sanggup mempergunakannya. Kemampuan untuk menikmati apa yang dimiliki tergantung kepada hubungan yang benar kita kepada Allah. Jikalau kita mengabdi kepada-Nya dan kerajaan-Nya, Allah akan memungkinkan kita menikmati karunia-karunia material-Nya.
    Ayat 3-6, mati pada usia muda patut disayangkan akan tetapi usia yang panjang tidak menjamin orang itu akan menikmati apa yang telah diberi Allah kepadanya. Hidpu yang penuh dengan kesukaran membuat orang lain ingin diri sudah mati ketika lahir dan menghindari semua penderitaan mengingat kekekalan, maka yang penting ialah adalah apakah kita ini hidup untuk Tuhan atau tidak.



    Ayat 10, Allah yang mahakuasa mengetahui segala sesuatu yang ada, dan Dia tahu segala sesuatu tentang diri kita sebagai manusia alangkah bodohnya untuk berperkara dengan Dia. Kita sendiri sering kali tidak tahu apa yang terbaik untuk diri kita sendiri, kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kematian betapa jauh lebih baik mengandalkan Allah dan hidup bagi Dia dengan rendah hati.
    Kesimpulan Pengkhotbah 6:1-12
    Walaupun suasana kitab Pengkhotbah boleh dikatakan agak negatif pada umumnya, namun ialah salah juga kalau Pengkhotbah dicap sebagai orang skeptis. Tema itu cukup sayu itu, kesia-siaan belaka segala sesautu sia-sia, sebetulnya merupakan putusan atas kehidupan suatu golongan manusia tertentu yaitu mereka hidup tanpa Allah dan berusaha untuk mendapatkan kepuasan melalui dunia yang tercipta. Tetapi sejak semula Tuhan bermaksud untuk menolong mereka yang bersandar kepada-Nya, agar mereka dapat menemukan kepuasaan melalaui ciptaan-Nya itu.

    ReplyDelete
  31. Nama : Wiliams Jeferson Bill Walimema (20190126)
    Yiska Febriani To’au (20190128)
    Mata Kuliah : Kitab-kitab Syair dan Puisi

    JAWABAN

    1. Pasal: Pengkhotbah 12:1-14
    2. Jenis Sastra:
    Jenis Sastra yang digunakan yaitu: Hikmat dalam bentuk peribahasa dan Hikmat dalam bentuk spekulatif.
    3. Konteks pasal:
    Konteks pasal ini yaitu: dalam pasal ini memiliki tradisi hikmat yang mengandung nasihat bagi anak-anak muda dan refleksi penderitaan dan spektif (ragu-ragu). Berhubungan erat dengan iman Israel kepada Allah yang berkarya dan menyelamatkan. Dalam Pengkhotbah 12:12 dikatakan, “Lagipula, Anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak aka nada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.” Pengkhotbah mengajak murid atau pembacanya untuk bersikap kritis dan waspada. Kata “Anakku kemungkinan besar menunjuk kepada murid Qohelet. Pengkhotbah hendak mengatakan bahwa segala jerih paya yang dilakukan manusia untuk memahami makna hidup adalah sia-sia. Konteks peringatan yang diberikan Qohelet kepada muridnya terkait dengan umat Israel yang dicobai oleh filsafat Yunani. Hal tersebut menjadi sebuah pembelajaran penting banyak orang bergumul dan berusaha mencari arti hidup.

    ReplyDelete
  32. 4. Buatlah eksegesis ayat demi ayat
    ayat 1: kata “mengingat” dalam Alkitab senantiasa menyangkut tindakan; misalnya ketika Allah “ingat” kepada Abraham (Kej. 19:29), Ia melibatkan diri dalam hidup Abraham demi kebaikannya. Karena itu, mengingat pencipta kita berarti bertindak dengan cara yang dikehendaki_Nya ketika Ia menciptakan kita. Ia telah memberi kepada kita hidup dan berbagai kesempatan yang datang dalam usia muda. Kita dapat “mengingat” akan Allah dengan pertolongan Roh Kudus saja, apabila kita “mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef. 4:24); dan ini harus dilakukan sebelum kematian menjemput kita.
    Ayat 3-7: Menyajikan suatu gambaran yang menakjubkan mengenai proses menua tubuh jasmaniah yang berakhir dengan kematian. Tetapi kita dapat terhibur oleh kenyataan bahwa manusia batiniah kita masih dapat “dibaharui dari hari ke hari”
    Ayat 8: Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata Pengkhotbah, segala sesuatu adalah sia-sia. “Kesia-siaan atas segala kesia-siaan,” kata Pengkhotbah, “segalah sesuatu adalah kesia-siaan!” Kefanaan atas kefanaan, kata Pengkhotbah, semuanya adalah kefanaan. “bagaikan uap belaka!” kata pengajar, “bagaikan uap belaka!” segala-galanya kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah. “Segala-galanya hanya sia-sia.”
    Ayat 11: Kata-kata berhikmat tentang kebenaran yang berasal dari gembala Ilahi itu bertindak:
    1. Sebagai kusa (yaitu tongkat-tongkat tajam) yang menydok kita dijalan yang benar
    2. Sebagai paku untuk mengamankan kebenaran di dalam pikiran kita. Firman Allah, dengan demikia, adalah jauh lebih berharga daripada semua kitab hikmat karya manusia.
    Ayat 13: Seluruh kitab Pengkhotbah harus dipahami dengan mengingat ayat penutup ini. Salomo mulai dengan penilaian yang sinis tentang hidup sebagai sia-sia, tetapi dia berakhir dengan nasihat serius tentang dimana makna hidup dapat ditemukan. Takut akan Allah, kasih kepada Dia dan Firman-Nya, serta ketaatan kepada perintah-perintah-Nya membawa tujuan dan kepuasan yang tidak dapat ditemukan melalui cara yang lain.
    Ayat 14: Sebagai kata terakhir, Salomo mengingatkan kita akan suatu kebenaran yang serius dan abadi: kita harus bertanggung jawab kepada Allah atas semua perbuatan kita. Tuhan akan menilai masing-masing kita, orang percaya dan orang tidak percaya, dan akan menghakimi semua perbuatan kita apakah baik atau jahat (bd. Roma 14:10,12; 2 Korintus 5:10; Wahyu 20:12-13). Kita tidak akan dibenarkan pada hari penghakiman jikalau kita telah mengabaikan atau menolak kasih karunia Allah.
    5. Terakhir buatlah kesimpulan dari pasal yang diselidiki

    Kesimpulannya yaitu:
    Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkhotbah 11:9-10), adalah lebih pentin mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkhotbah 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang kepada perintah-perintah-Nya (Pengkhotbah 12:13-14); Itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup hidup ini

    ReplyDelete